Tidak Asal Bangun, Ternyata Ada Filosofi Budaya Tana Luwu Dibalik Arsitektur Menara Payung, Apa Saja?

2770
ADVERTISEMENT

PALOPO — Pemerintah Kota Palopo tidak setengah-setengah dalam melakukan perencanaan terkait pembangunan menara payung di kawasan bersejarah Lalebbata.

Hal ini terungkap saat DPRD Palopo mengundang PT. Sarana Multi Infrastruktur/SMI (Persero), perusahaan BUMN yang memberikan bantuan pendanaan berupa pinjaman daerah, yang merupakan mitra Kemenkeu RI dan PT. Yodya Karya (Persero) selaku perusahaan konsultan yang juga perusahaan BUMN ikut hadir memenuhi undangan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Palopo, Selasa (26/11).

ADVERTISEMENT

Dalam ekspose yang dilakukan dua perusahaan BUMN itu terungkap, jika ada makna-makna tertentu yang secara filosofis berkaitan erat dengan budaya Tana Luwu itu sendiri.

Fadli Ibrahim, pihak konsultan independen yang ditunjuk PT. SMI mewakili PT. Yodya Karya menjelaskan soal arti dari bentuk menara yang akan dibangun dengan ornamen 5 bilah badik yang terletak di bagian luar dasar menara dan menara payung itu sendiri yang berbentuk segi lima.

ADVERTISEMENT

“Lima badik melambangkan tampilan senjata khas daerah ini, serta berbentuk segi lima yang memberi simbol 5 unsur Pangadereng yang meliputi: ade’ (adat), raapoang (undang-undang), wari’ (aturan stratifikasi sosial), bicara (pengadilan) dan kelima, sara’ (agama),” papar Fadli dalam presentasinya di hadapan 14 anggota DPRD Palopo termasuk 3 unsur pimpinan dan juga walikota Palopo HM Judas Amir serta TAPD dari unsur pemerintah.

Bukan hanya itu. Pembagian 7 zona dalam kawasan Menara Payung ini juga memiliki makna filosofi pada konsep dasar kepemimpinan Kedatuan Luwu. 7 filosofi yang dimaksud adalah meliputi : Acca (Kecakapan), Warani (Ksatria), Lempuq (Jujur), Assitinajang  (Kepatutan), Getteng (Ketegasan), Masagena (Kemampuan), dan Makaritutu
(Kewaspadaan).

Tujuh zona yang ada di kawasan menara payung tersebut meliputi: area cendera mata, amphitheater, area kuliner, area edukasi, area ruang public, area istana kedatuan Luwu dan area transisi.

Sedangkan makna dari luas kabin menara pada bagian puncak menara payung seluas 19 meter persegi dan ketinggian menara payung yang mencapai 86 meter menyimbolkan pada angka “1986” yang berarti tahun berdirinya kota administratif (kotif) Palopo saat itu.

“Nah, semua yang ada dalam kawasan menara payung ini memiliki nilai-nilai filosofis Budaya Tana Luwu serta sejarah berdirinya Kota Palopo itu sendiri, ini sesuai dengan keinginan Walikota Palopo yang menekankan pada aspek Budaya, Sejarah dan kearifan lokal Tana Luwu tidak semata-mata pada unsur estetika (keindahan) semata,” pungkas Fadli. (Iys)

ADVERTISEMENT