TANGGAL 24 Oktober, setiap tahun, diperingati sebagai Hari Dokter Indonesia. Tahun ini, tepatnya 24 Oktober 2018, peringatan Hari Dokter Nasional telah menginjak tahun ke-68.
Sejarah peringatan Hari Dokter Nasional setiap 24 Oktober rupanya memiliki keterkaitan dengan perjuangan para dokter Tanah Air selama masa penjajahan Belanda.
Dikutip dari akun @PBIDI, begini muasalnya hingga tanggal 24 Oktober diperingati sebagai Hari Dokter Indonesia.
Sebenarnya, organisasi ini sebelumnya bernama Vereniging van lndische Artsen tahun 1911, dengan tokohnya adalah dr. J.A.Kayadu yang menjabat sebagai ketua dari perkumpulan ini. Selain itu, tercatat nama-nama tokoh seperti dr. Wahidin, dr, Soetomo dan dr Tjipto Mangunkusumo, yang bergerak dalam lapangan sosial dan politik.
Pada tahun 1926 perkumpulan ini berubah nama menjadi Vereniging van lndonesische Geneeskundige atau disingkat VIG. Kemudian, tahun 1943 dalam masa pendudukan Jepang, VIG dibubarkan dan diganti menjadi Jawa izi Hooko-Kai.
PB Perthabin (Persatuan Thabib Indonesia) yang diketuai Dr. Abdoelrasjid dan DP-PDI (Perkumpulan Dokter Indonesia) menyelenggarakan rapat.
Atas usul Dr. Seno Sastromidjojo dibentuklah panitia penyelenggara Muktamar Dokter Warganegara Indonesia (PMDWNI), yang diketuai Dr. Bahder Djohan.
Panitia ini bertugas menyelenggarakan ‘Muktamar Dokter Warganegara Indonesia’.
Kegiatan ini bertujuan untuk ‘mendirikan suatu perkumpulan dokter warga negara Indonesia yang baru, dan merupakan wadah representasi dunia dokter Indonesia, baik dalam maupun keluar negeri’.
Muktamar pertama Ikatan Dokter Indonesia (MIDI) digelar di Deca Park yang kemudian menjadi gedung pertemuan Kotapraja Jakarta pada tanggal 22-25 September 1950.
Sebanyak 181 dokter WNI (62 diantaranya datang dari luar Jakarta) menghadiri Muktamar tersebut. Dalam muktamar IDI itu, Dr. Sarwono Prawirohardjo (sekarang Prof.) terpilih menjadi Ketua Umum IDI pertama.
24 Oktober 1950 Dr. Soeharto (pantia Dewan Pimpinan Pusat IDI waktu itu), atas nama sendiri, dan atas nama pengurus lainnya. Yakni Dr. Sarwono Prawirohardjo, Dr. R. Pringgadi, Dr. Puw Eng Liang, Dr. Tan Eng Tie, dan Dr. Hadrianus Sinaga menghadap notaris R. Kadiman untuk memperoleh dasar hukum berdirinya perkumpulan dokter dengan nama ‘Ikatan Dokter Indonesia’.
Hak tersebut dalam Anggaran dasarnya pada tahun 1952 berkedudukan “sedapat-dapatnya di Ibukota Negara Indonesia” dan didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan”.
Kata ‘Ikatan” yang terdapat dalam nama perkumpulan ini merupakan usul yang dikemukakan Dr. R. Soeharto.
Dalam periode pengurusan IDI ini, Dr. Tan Eng Tie (bendahara IDI enam kali berturut-turut) ditugaskan membeli gedung IDI (sekarang) di Jalan Sam Ratulangie, Jakarta dari seorang warga Negara Belanda seharga Rp 300.000.
Sejak itulah, pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) melayarkan bahtera organisasinya ditempat tersebut.
Setiap tahunnya, tanggal 24 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun IDI, sebagian lain menyebutnya dengan Dokter Nasional’>Hari Dokter Nasional, berdasar pada peresmian IDI tangggal 24 Oktober 1950. Nah, sekarang jadi tahu kan? Selamat Hari Dokter Indonesia! (*/cbd)