KORANSERUYA–Ribuan pelacur asing yang bekerja di Jerman kini kehilangan tempat tinggal setelah rumah-rumah bordil ditutup begitupun dengan perbatasan yang ikut ditutup karena wabah koronavirus, sehingga mereka tidak dapat kembali ke rumah.
Mengutip Reuters, Jumat, 3 April kemarin, “Virus korona adalah bencana bagi saya. Sejak pertengahan Maret saya tidak punya penghasilan dan tidak punya tempat untuk tidur,” kata seorang pelacur Polandia di Bochum, yang dikenali pelanggannya sebagai Nicole (nama samaran).
Nicole tidak memberikan nama aslinya ke Reuters. Sebelum rumah bordil ditutup, dia membayar lembaganya 90 euro per hari untuk kamar tempat dia bisa bertemu pelanggan dan tinggal. Sekarang dia tinggal bersama manajer rumah bordil tempatnya bekerja.
Di Jerman sendiri, prostitusi dianggap legal, sebagai kegiatan hukum, dengan banyak pekerja seks yang diklasifikasikan sebagai wiraswasta.
Perwakilan dari asosiasi tersebut, Susanne Bleier Wilp mengatakan, sekitar 80% dari 100.000 hingga 200.000 pelacur di Jerman adalah warga asing dari Bulgaria, Polandia, Rumania atau Ukraina. Banyak dari pekerja ini tidak berhasil pulang tepat waktu sebelum perbatasan ditutup dan kehilangan tempat tinggal, tanpa pendapatan atau tempat tinggal.
“Kebanyakan sudah berhasil pulang. Tetapi yang lain adalah tuna wisma. Sekitar tiga hingga empat persen pekerja seks yang paling berisiko di seluruh industri. Sekarang mereka tinggal bersama teman-teman atau tinggal di jalanan. Beberapa yang beruntung tinggal di rumah bordil,” jelas Bleier Wilp mengutip media Jerman, de Sputnik, Sabtu (04/04/2020).
Bulan lalu, pemerintah Jerman menutup semua bisnis yang tidak penting seperti kafe, restoran, klub dan rumah bordil untuk menahan penyebaran virus Corona. Menurut data yang diberikan oleh Universitas Johns Hopkins lebih dari 84.000 orang telah terinfeksi virus COVID-19 di Jerman sejauh ini dan hampir 22.500 orang telah sembuh dari penyakit tersebut.
“Mereka datang tanpa apa-apa dan berharap menghasilkan uang. Sekarang mereka tinggal bersama teman atau hidup di jalanan. Beberapa orang bahagia tinggal di rumah pelacuran,” kata Bleier-Wilp. (iys)