MASA tanggap darurat bencana alam banjir bandang dan tanah longsor Kabupaten Luwu Utara yang berakhir pada tanggal 12 Agustus 2020 lalu diperpanjang hingga 11 September 2020 sesuai Keputusan Bupati Luwu Utara nomor: 188.4.45/333/VIII/2020 yang ditandatangani tanggal 11 Agustus 2020.
Alasan perpanjangan selama sebulan tersebut tidak terjelaskan dengan detail bahkan tanpa konfrensi pers.
Padahal sebelumnya, Bupati Indah Putri Indriani (IDP) telah mengeluarkan pernyataan bahwa sebelum tanggal 17 Agustus 2020 beliau menargetkan para pengungsi sudah bisa meninggalkan camp pengungsian.
Hal tersebut disampaikan pada saat melakukan rapat percepatan pelayanan dimasa tanggap darurat (01/08/2020).
Alih-alih hal tersebut terealisasi justru yang dilakukan adalah perpanjangan masa tanggap darurat tanpa klarifikasi.
Perpanjangan masa tanggap darurat tersebut adalah antitesa dari pernyataan IDP yang meminta genjot palayanan dimasa tanggap darurat (01/08/2020) bahkan diklaim pembersihan materil bencana di Kota Masamba sudah 65% (03/08/2020) dan ekonomi masyarakat pasca banjir bandang kembali bergeliat (06/08/2020).
Apakah humas yang merilis berita tersebut sedang berpura-pura?
Tidak bermaksud mencari siapa yang salah, karena pasti akan saling menyalahkan. Tapi kita berharap masyarakat mendapatkan kepastian.
100 unit huntara yang telah rampung dari 400 unit yang direncanakan tidak difungsikan dengan berbagai pertimbangan, DTH yang dijanjikan tidak kunjung realisasi yang muncul kepermukaan justru nilai kerugian akibat bencana di Kec. Masamba dan Kec. Baebunta yang ditaksir 7-8 Triliun.
Sangat disayangkan di tengah masa penantian masyarakat yang disajikan IDP diluar dugaan. Sebuah lagu yang dinyanyikannya sendiri dengan judul “Tau Biasa Dukana” (11/08/2020).
Dari segi humanis, bagi yang memahami makna lagu berbahasa Rongkong ini akan terkesima dan bisa menitikkan air mata karena dinyanyikan dengan penjiwaan dan instrumen yang melow.
Tapi dari segi kepemimpinan tidak seharusnya IDP menyanyikan lagu tersebut. Karena IDP adalah seorang komandan tempur yang menjadi simbol kekuatan dan semangat dalam menangani banyak masalah pasca bencana yang menimpa Kabupaten Luwu Utara.
Jika semua tanggungjawab kepemimpinan didalilkan pada “saya bukan malaikat, tapi hanya manusia biasa” sesuai lirik lagu IDP, maka siapa pun dapat menjadi seorang Bupati. Coba bayangkan jika Kalaksa BPBD yang mengatakan hal ini di depan Bupatinya!?
Lagu ini bisa jadi isyarat: IDP sedang lelah.
Lelah memimpin Luwu Utara yang luasnya 7.502,58 km2 dengan kuasa seorang diri tanpa wakil bupati disampingnya?
Ataukah lelah dengan bencana alam yang diujikan Tuhan di akhir periode kepemimpinannya?
Atau lelah melihat kinerja birokrasinya dalam menangani bencana?
Atau hanya sekadar mencari simpati?
Atau berencana membuat album seperti SBY mantan presiden RI?
Kalau saja saya disamping IDP saat ingin menyanyikan lagu tersebut, saya akan sarankan menyanyikan lagu Momonon dengan judul Semangat Oke: semangat semangat oke oke, semangat semangat oke!
Atau lebih baik Ibu berorasi membangkitkan semangat para korban bencana, tentang kepastian dan harapan hidup.
Eh lupa, dimana yang mulia pimpinan dan anggota DPRD Kab. Luwu Utara?
Apa sudah mengevaluasi kinerja pemerintah dalam penanganan bencana alam banjir bandang dan tanah longsor dimasa tanggap darurat tahap satu yang berakhir 12 Agustus 2020 lalu?
Jangan-jangan para politisi lebih sibuk mengurusi calon mereka menuju suksesi pilkada Luwu Utara 2020 dibanding mengurusi penanganan bencana!
*) Penulis: Haeril Al Fajri
(Direktur Macca Indonesia Foundation-MIND)