MALILI–Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Luwu Timur, Sulawesi Selatan, AKBP Indratmoko menegaskan, kasus bocah 3 tahun dicecoki miras oleh dua pemuda di daerah itu, bukan kasus delik aduan. Dengan demikian, kasus ini tidak bisa dihentikan karena alasan damai.
“Kasusnya bukan delik aduan, ini pidana murni. Jadi, kasusnya tidak bisa damai,” tegas Kapolres Luwu Timur, AKBP Indratmoko kepada wartawan, Rabu (26/8/2020).
Pernyataan Kapolres Lutim tersebut menjawab keinginan ayah korban yang meminta agar kasus anaknya tak dilanjutkan. Ayah korban ingin damai karena orang tua pelaku merupakan majikan ayah korban, yang selama ini selalu berlaku baik kepadanya dan juga putranya.
“Memang sudah ada omongan dia mau damai lewat media, tapi sekali lagi ini bukan delik aduan,” tegas AKBP Indratmoko.
Diberitakan sebelumnya, ayah korban memang ikut menyaksikan buah hatinya dicekoki miras. Namun ayah korban tak bisa berbuat banyak untuk mencegah hal itu. Dia diduga takut lantaran selama ini bekerja sebagai buruh kebun kepada orang tua pelaku.
Dua pelaku, Firman Efendi (20) dan Rifky Hendra (19) sudah diamankan polisi karena mencekoki miras ke bocah. Aksi itu berawal saat Firman dan Rifky Hendra tengah menenggak miras. Namun sang bocah mendekat dan Firman kemudian menuangkan miras ke sebuah gelas plastik dan meminta bocah tersebut meminumnya.
“Saat mereka minum-minum anggur, korban menghampiri dan langsung diberi 1 gelas lanjut sampai 3 gelas,” beber Indratmoko.
Dalam kasus ini, Firman yang mencekoki bocah dengan miras kini dijerat polisi dengan Pasal 77B juncto Pasal 76B dan/atau Pasal 89 Ayat (2) juncto Pasal 76J Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. “Ancaman 5 sampai dengan 15 tahun dan denda maksimal 5 milyar rupiah,” katanya.
Sementara Rifky yang berperan merekam momen Firman mencekoki bocah dengan miras dijerat polisi dengan Pasal 45 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU Nomor 11 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. “Ancaman penjara 6 tahun dan/atau denda Rp 1 miliar,” katanya. (*/tari)