Advokasi Disabilitas Perlu Pendekatan Budaya Lokal

680
Direktur LPP Bone, Andi Ratnawati
ADVERTISEMENT

KORANSERUYA.COM–Advokasi terhadap disabilitas di Bumi Arung Palakka perlu pendekatan budaya dan kearifan lokal, hal tersebut diungkapkan Direktur Lembaga Pemberdayaan Perempuan (LPP) Bone Andi Ratna saat diskusi disabilitas di Cafe Teras Watampone, Sabtu 28 Juli 2018.

Kata dia, pendekatan advokasi penyandang disabilitas harus memperhatikan budaya lokal. Memahami bagaimana cara masyarakat suatu daerah berkomunikasi.

“Kalau di Bone, pejabat pemerintahnya cenderung malu kalau diberitakan negatif. Jadi harus mendahulukan musyawarah,” kata Ratna

Menurut pengalaman Ratna selama mengadvokasi hak disabilitas dan kelompok rentan, jika pemerintah sudah diberitakan buruk terhadap sebuah kasus, biasanya pintu komunikasi langsung tertutup. Supaya tidak ada konflik, Ratna memilih berdiskusi.

“Saya juga lebih senang memakai bahasa daerah dalam menyampaikan tuntutan. Biar lebih cair,” ungkapnya.

Selain memahami budaya, strategi advokasi juga harus kuat dalam pengawalan. Program pemerintah harus melibatkan pihak yang berkepentingan sejak perencanaan sampai realisasi.

“Kalau ada rapat desa atau kecamatan, silahkan masuk mendengar. Biar tidak diundang. Supaya kita tahu apa yang akan dibikin pemerintah,” ungkap Ratna.

Advokasi dengan menggandeng media juga penting. “Kalau sudah berulang kali disampaikan masalahnya tapi tidak ada tindakan, memang perlu juga diberitakan,” ujarnya.

Koordinator Forum Penggerak Inklusi (Forgesi) Suardi Mandang mengatakan, target jangka pendek yang harus dikawal adalah penerapan Perda Disabilitas Bone. “Kita mulai dari desa,” ujarnya.

Forgesi akan mendorong perencanaan pembangunan desa memperhatikan kebutuhan disabilitas. Dalam penyusunan anggarannya, juga harus disisihkan untuk kelompok disabilitas.

“Supaya lebih inklusif,” katanya.

Pembangunan inklusi di Kabupaten Bone harus melibatkan semua komponen. Termasuk media. Agar memberikan informasi yang utuh terhadap isu pembangunan inklusi di Bone.

“Masih banyak infrastruktur publik yang tidak bisa diakses oleh disabilitas,” ujarnya.

Direktur Program Yasmib Sulawesi Masita Syam mengungkapkan, gerakan memperjuangkan pembangunan inklusi di Bone memang belum terlalu solid. Beberapa organisasi yang sering menyuarakan kepentingan disabilitas masih berjalan sendiri.

“Semoga adanya forum inklusi, perjuangan kelompok disabilitas di Kabupaten Bone makin kompak,” kata Masita. (abdulwarishasrat)

ADVERTISEMENT