Gandeng ELF Unhas, 30 Pemuda Luwu Diajak Kawal Korupsi di Sektor Lingkungan

64
Alumni Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) bekerja sama dengan Environmental Law Forum Universitas Hasanuddin Makassar menggelar Focus Group Discussiuon (FGD). (foto : Haswan Seruya)
ADVERTISEMENT

LUWU — Alumni Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) bekerja sama dengan Environmental Law Forum Universitas Hasanuddin Makassar menggelar Focus Group Discussiuon (FGD). Kegiatan yang bertema pemberantasan korupsi di sektor lingkungan hidup dan sumber daya Alam itu dilaksanakan di gedung Rio Rennu, Kelurahan Larompong, Kecamatan Larompong, Kabupaten Luwu, Senin, (15/11/2021).

Hamsaluddin, meawakili Perkumpulan Wallacea hadir sebagai Narasumber, pertama. Royan Juliazka Chandrajaya, utusan dari Environmental Law Forum yang juga merupakan alumni AJLK 2021, menjadi Narasumber kedua. Kegiatan tersebut diikuti 30 Pemuda yang berasal dari tiga Kecamatan yakni, Kecamatan Larompong, Larompong Selatan, dan Suli.

ADVERTISEMENT

Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mengajak pemuda Kabupaten Luwu, untuk berkolaborasi dalam mengawal kasus korupsi yang terjadi di sektor lingkungan hidup dan sumber daya alam.

Kabupaten Luwu, merupakan salah satu daerah yang tergolong rawan akan bencana ekologis yang tercatat di beberapa peristiwa lalu seperti banjir dan tanah longsor. Peristiwa bencana itu terjadi kembali di Tahun ini dan telah memakan korban jiwa serta kerugian materil yang tidak sedikit.

ADVERTISEMENT

Hamsaluddin, mengatakan bencana-bencana ekologis yang terjadi di Luwu, diyakini memiliki keterkaitan dengan buruknya tata kelola lingkungan hidup. Rusaknya kawasan lindung yang berada di hulu serta hilangnya tutupan di Daerah Aliran Sungai (DAS). “Dahulu kondisi iklim di Kabupaten Luwu, tidak seperti sekarang ini, banjir tidak pernah separah ini, longsor tidak pernah semasif seperti yang terjadi saat ini, ada gangguan keseimbangan alam, ada kerusakan alam yang pasti terjadi di ekosistem hutan,” ujarnya.

Menurutnya, di dalam dokumen RTRW Kabupaten Luwu, 2011-2031 disebutkan bahwa kawasan hutan lindung yang berada di Kabupaten Luwu, tersebar di 19 kecamatan. Tetapi di sisi lain dalam dokumen tersebut ada beberapa kawasan hutan lindung yang juga merupakan kawasan yang legal untuk pertambangan.

Sementara itu, Royan Juliazka Chandrajaya, mengatakan korupsi di sektor kebijakan tata ruang tentunya tidak terlepas dari persoalan lingkungan hidup. Menurutnya seringkali terjadi adanya praktik balas jasa politik antara para pemodal dengan pejabat-pejabat daerah.

“Kan menjadi aneh, ketika di satu sisi suatu kawasan dalam RTRW merupakan kawasan yang harus dilindungi, tetapi di sisi lain bagian dari kawasan tersebut diberikan izin untuk aktivitas ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan skala besar,” jelasnya.

“Belum lagi beberapa kawasan hutan lindung yang ada di Luwu telah berada dalam skema perhutanan sosial, tetapi justru yang menikmati hal tersebut kebanyakan masyarakat yang bukan dari dalam kawasan tersebut, tetapi para freerider yang mencoba mengambil peruntungan di dalamnya,” sambungnya.

Selain itu, Royan Juliazka Chandrajaya, juga mengatakan dirinya pernah menerima laporan dari masyarakat bahww banyak pejabat di daerah yang memiliki perkebunan dalam jumlah besar di dalam kawasan hutan lindung. “Tetapi kembali lagi kita perlu melakukan verifikasi akan hal tersebut,” sebutnya.

Diharapkan Kegiatan ini mampu memberi pemahaman awal bagi para peserta FGD dalam memahami keterkaitan antara buruknya tata kelola lingkungan hidup, praktik korupsi di sektor kebijakan tata ruang yang berujung pada bencana. Serta ekologis yang merugikan masyarakat Kabupaten Luwu, pada umumnya dan Kecamatan Larompong, Larompong Selatan dan Suli pada khususnya. (hwn/liq)

ADVERTISEMENT