Hakim di Luwu Ikut Aksi Mogok Bersama, 15 Sidang Perkara Ditunda

47
PENGADILAN Negeri Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, terpaksa mengosongkan jadwal sidang pada 7-11 Oktober 2024. Pengosongan jadwal itu, buntut Aksi Solidaritas Hakim se-Indonesia. Demikian dikatakan, Humas Pengadilan Negeri Belopa, Wahyu Hidayat, kepada awak media, Selasa 8 Oktober 2024.
ADVERTISEMENT

BELOPA–Pengadilan Negeri Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, terpaksa mengosongkan jadwal sidang pada 7-11 Oktober 2024. Pengosongan jadwal itu, buntut Aksi Solidaritas Hakim se-Indonesia. Demikian dikatakan, Humas Pengadilan Negeri Belopa, Wahyu Hidayat, kepada awak media, Selasa 8 Oktober 2024.

Dia menerangkan, kini ada 15 perkara tertunda selama aksi solidaritas hakim berlangsung. “Kemarin total ada 5 perkara. Ditambah untuk sidang hari ini Selasa, ada 11 perkara. Jadi total ada 15 sidang,” katanya.

ADVERTISEMENT

Kendati demikian, sambung Wahyu, meski hakim melakukan cuti bersama atau mogok kerja. Tetapi aktivitas dan pelayanan lainnya tetap berlangsung kecuali sidang perkara.

Kata Wahyu, aksi solidaritas para hakim se-Indonesia merupakan jalan panjang perjuangan dalam menuntut kesejahteraan. “Adapun tuntutan kami, meskipun tidak ikut turun dengan kawan-kawan Jakarta. Tapi kami mendukung dengan mengosongkan semua agenda sidang,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

“Terkecuali terhadap perkara-perkara yang terbatas jangka waktu penyelesaiannya. Dari jangka waktu 7-11 Oktober,” tambahnya.

Menurut Wahyu, kesejahteraan hakim menjadi latar belakang sehingga gerakan Solidaritas Hakim se-Indonesia ini digalakkan. “Kemudian kedua pemerintah segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung terhadap uji materil PP Nomor 94 Tahun 2012 yang pasal-pasal dalam aturan itu yang mengatur tentang gaji tunjangan sebenarnya sudah dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tahun 2018,” bebernya.

“Namun pemerintah abai dalam melaksanakan putusan itu dan ini masuk kedalam poin kedua dalam tuntutan kami,” sambung Wahyu.

Dirinya juga mendesak DPR bersama pemerintah segera membahas RUU Jabatan Hakim yang selama ini belum terselesaikan. “Yang ketiga tuntutan kami adalah RUU Jabatan Hakim yang menjadi landasan memberikan jaminan kesejahteraan, keamanan, dan lain-lain bagi hakim itu sudah digodok sejak bertahun-tahun bisa menjadi prioritas DPR bersama pemerintah kedepan,” akunya.

Wahyu menambahkan, regulasi terkait Contempt of Court perlu dibahas sebagai bentuk perlindungan aktor-aktor persidangan termasuk hakim itu sendiri.

“Dan tidak kalah penting juga perlunya regulasi kepada perlindungan hakim soal content of coart atau perlawanan terhadap aktor-aktor persidangan termasuk hakim,” tandasnya.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pilar negara, kekuasaan kehakiman menurut Wahyu harus ditegakkan demi menjamin kepastian hukum. “Hakim yang sejahtera itu, yang sudah dijamin kesejahteraannya oleh negara itu tidak mudah lagi digoyahkan. Logikanya kan lebih mudah menawari makan orang yang lapar ketimbang orang yang sudah kenyang,” terangnya.

“Sedikit banyak akan mempengaruhi integritas dan independensi hakim. Saya yakin kawan-kawan yang ikut dalam solidaritas aksi ini akan berkomitmen kalau kesejahteraan sudah dijamin oleh negara,” tambahnya.

Untuk diketahui, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia pada aksi cuti bersama dengan tuntutan, yakni pelaksanaan putusan Mahkamah Agung nomor 23 P/HUM/2018 terhadap PP 94 Tahun 2014, pengesahan RUU jabatan hakim, peraturan perlindungan jaminan keamanan bagi Hakim, pengesahan RUU Contempt of Court. (***)

ADVERTISEMENT