TANA LUWU — Lagi, sekali lagi, kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi. Kasus cabul ini cukup sering terdengar di Tana Luwu, tak terkecuali di Kota Palopo.
Terbaru, kasus asusila itu harus dialami NA (17), warga Nyiur, Kota Palopo. Dia harus menerima kekerasan secara seksual yang dilakukan ayah tirinya sendiri.
Bahkan, lima kali dirinya ditiduri secara paksa. RR (36) Pelaku beraksi saat rumah mereka sepi. Korban diancam akan dipukul jika melaporkan apa yang dialaminya kepada orang lain.
Lantaran tak kuat lagi menjadi ‘samsak’ seks sang ayah tiri, NA lalu memberanikan diri melapor ke pihak yang berwajib. Bergerak cepat, RR lalu diringkus polisi di Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Salekoe, Jumat (27/8/2021) dini hari.
Kasus yang dialami NA bukanlah yang pertama di Luwu Raya. Koran Seruya merangkum lima kasus anak yang jadi korban kekerasa seksual oleh ayah tirinya.
NA 17 tahun
Gadis 17 tahun, NA harus jadi pelampiasan nafsu bejat ayah tirinya. Tidak sekali, korban terpaksa melayani sang ayah tiri sebanyak lima kali. Tak ingin terus menjadi samsak seks, dia lalu melaporkan hal itu ke pihak yang berwajib. Tak butuh waktu lama RR (36) ditangkap Polisi
AN 12 tahun
Warga Desa Harapan, Kecamatan Walenrang, Kabupaten Luwu, AN harus 10 kali ‘ditindih’ ayah tirinya. Bocah kelas 7 SMP itu tak dapat berbuat banyak lantaran diancam pelaku. Kasus itu terbongkar saat korban menolak pulang ke rumahnya saat berlibur ke rumah tantenya.
AL 10 tahun
Aksi cabuli anak tiri kali ini juga berasal dari Walmas, Luwu. Korbannya masih 10 tahun, AL. Dia digarap sang ayah tiri sebanyak empat kali. Kasus ini terbongkar saat ibu kandung memergoki kelakuan bejat suaminya.
MA 16 tahun
Empat kali MA, warga Palopo, nyaris diperkosa ayah tirinya. Bahkan, dia diiming-imingi sepeda motor agar dapat menembus oragn intim MA. Usaha H, sang ayah tiri sia-sia. Bahkan dia harus berurusan dengan hukum lantaran mencium dan meraba payudara MA.
IP 14 tahun
IP, warga Palopo harus merasakan dua kali ‘rudal’ milik ayahnya bersarang di organ intimnya. Kasus itu baru terbongkar, saat ARF dipergoki warga sedang melakukan hal tidak senonoh dengan IP. Dia bahkan sempat dipukul warga sekitar yang geram.
Fenomena kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur ditanggapi serius aktivis perempuan Tana Luwu, Yertin Ratu. Dia mengatakan, seringnya terjadi kasus kekerasan terhadap anak lantaran lemahnya perlindungan hukum terhadap anak dan perempuan, walaupun telah ada undang-undang khusus perlindungan anak.
“Fungsi penyidik yang menangani kasus itu juga memegang peranan sangat penting. Aturan yang ditafsirkan sesuai dengan keinginan dan permintaan. Tidak lagi berdasarkan pada aturan yang sebenarnya, menambah ketidaktaatan warga untuk patuh pada hukum,” kata Yertin Ratu.
Di sisi lain, kata dia, peranan Pemerintah daerah sangat lemah dan cenderung hanya lebih fokus pada kegiatan seremonial tanpa memberikan perhatian khusus kepada perempuan dan anak korban kekerasan. Termasuk di dalamnya kekerasan seksual.
“Intinya ketika penegak hukum mempermainkan hukum maka jangan berharap akan ada keamanan, ketertiban dan ketaatan akan aturan hukum maupun pada norma yang hidup di tengah masyarakat,” jelasnya.
“Kalau saya ya tegakkan aturan hukum sebagaimana mestinya dan pemerintah juga harus memberikan perhatian lebih terhadap perempuan dan anak. Perlu dan sangat perlu perhatian khusus agar kejadian yang dialami NA tidak perlu dialami anak-anak yang lain,” sambungnya.
Selain itu, kurangnya perhatian keluarga terhadap perempuan dan anak menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan kasus tersebut sering terulang. Dia berharap, Pemerintah dapat memberikan solusi agar permasalahan kekerasan seksual ini dapat diminimalisir.
“RT dan Kelurahan lihat potensinya. Misalnya anak perempuan hanya tinggal berdua dengan bapaknya dalam satu rumah yang sempit satu kamar saja misalnya, itu yang diberi bedah rumah. Kunjungi mereka, berikan warga penyuluhan tentang kekerasan seksual perempuan dan anak. Saya rasa, Pemerintah sanggup melakukan hal itu,” katanya. (liq)