Iuran JKN-KIS Memang Naik, tapi Pemerintah Masih Menanggung Iuran Terbesar

178
ADVERTISEMENT

PALOPO — Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Menyikapi hal itu, BPJS Kesehatan Cabang Palopo menggelar Jumpa Pers, di salah satu cafe di bilangan Jalan Andi Djemma, Palopo, Kamis (14/11).

ADVERTISEMENT

Press Conference ini dihadiri Kepala Cabang Makale Rudy Widjajadi, serta Humas BPJS Palopo, Abdul Syukur, dan Mahardika Salam Kepala Bidang SDM umum dan komunikasi publik BPJS Kesehatan, juga sejumlah awak media.

Diuraikan, dalam Perpres yang baru tersebut terdapat beberapa perubahan penyesuaian iuran yang patut diketahui oleh masyarakat, yakni:

ADVERTISEMENT

1. Kategori peserta Peserta Bantuan Iuran (PBI) :
a. Peserta PBI yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat sebesar Rp42.000, berlaku 1 Agustus 2019
b. Peserta PBI yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah mendapat bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp19.000,- per orang per bulan untuk bulan pelayanan 1 Agustus – 31 Desember 2019

2. Kategori peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) :

Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan yaitu sebesar Rp12 juta, dengan komposisi 5% dari gaji atau upah per bulan, dan dibayar dengan ketentuan 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.

a. Peserta PPU tingkat pusat yang merupakan Pejabat Negara, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, PNS, Prajurit, Anggota Polri, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Oktober 2019

b. Peserta PPU tingkat daerag yang merupakan Kepala dan Wakil Kepala Daerah, pimpinan dan
anggota DPRD daerah, PNS daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa, dan pekerja swasta,
berlaku mulai 1 Januari 2020.

c. Peserta PPU yang merupakan pekerja swasta, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Januari
2020

3. Iuran untuk kategori peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang berlaku mulai 1 Januari 2020 :
a. Kelas III menjadi Rp 42.000,-,
b. Kelas II menjadi Rp 110.000,-
c. Kelas I menjadi Rp 160.000,-

Kepala Humas BPJS Kesehatan Palopo, Syukur, mengungkapkan, melihat ketentuan penyesuaian iuran dalam Perpres tersebut, Pemerintah masih mendapatkan andil sebagai pembayar iuran terbesar.

Pemerintah menanggung 73,63% dari total besaran penyesuaian iuran yang akan ditanggung oleh pemerintah melalui peserta PBI APBN, penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pegawai pemerintah pusat/daerah, TNI, dan Polri. Kontribusi pemerintah tersebut sangat membantu peserta mandiri sehingga penyesuaian iuran peserta mandiri tidak sebesar seharusnya.

“Besaran iuran yang akan disesuaikan tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan Program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan,”
kata Syukur.

Ia menambahkan, untuk buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp 8 juta sampai dengan Rp 12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut, tidak terkena dampak.

“Untuk peserta buruh dan pemberi kerja, yang terdampak yaitu yang berpenghasilan 8 juta sampai dengan 12 juta, penyesuian iuran hanya menambah sebesar rata-rata Rp27.078 per bulan per buruh, angka ini sudah termasuk untuk 5 orang, yaitu pekerja, 1 orang pasangan (suami/istri) dan 3 orang anak. Artinya beban buruh adalah Rp5.400 per jiwa per bulan. Ini sama sekali tidak menurunkan daya beli buruh seperti yang dikabarkan,” kata dia lagi.

Perlu diketahui, dari 221 juta peserta JKN-KIS, hampir separuhnya dibiayai oleh pemerintah. Tepatnya, ada 98,6 juta penduduk miskin dan tidak mampu yang iuran JKN-KIS-nya ditanggung negara lewat APBN dan 37,3 juta penduduk yang ditanggung oleh APBD. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah yang luar biasa agar Program JKN-KIS yang telah memberikan manfaat bagi orang banyak ini dapat terus diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

Syukur berharap melalui penyesuaian iuran, Program JKN-KIS akan mengalami perbaikan secara sistemik. Pekerjaan rumah lain untuk perbaikan program ini akan terus dilakukan, misalnya perbaikan dari aspek pemanfaatan dan kualitas layanan kesehatan serta manajemen kepesertaan. (Iys)

ADVERTISEMENT