Nestapa ‘Prof Andalan’ di Kursi Pesakitan Akibat Suap

260
ADVERTISEMENT

GUBERNUR Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah atau akrab disapa Prof Andalan segera disidang atas perkara penerimaan suap dari pengusaha Agung Sucipto alias Anggu. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar menjadwalkan sidang perdana Nurdin Abdullah pada 22 Juli 2021. Dalam situs resmi Pengadilan Negeri (PN) Makassar menuliskan agenda sidang perdana Nurdin Abdullah digelar pada Kamis, 22 Juli 2021.

Sebelumnya, 4 orang tim jaksa KPK yang diwakili Muhammad Asri Irwan melimpahkan berkas perkara milik Nurdin Abdullah dan berkas Sekdis PUTR Sulsel Edy Rahmat ke PN Makassar, Senin (12/7). Tim jaksa KPK telah menyerahkan sedikitnya 3 kardus berkas perkara untuk didaftarkan.

ADVERTISEMENT

“Yang kami bawa adalah berkas perkara beserta dengan berkas dakwaan,” ucap Asri Irwan kepada wartawan saat pelimpahan berkas, Senin (12/7) lalu.

Meski Nurdin Abdullah akan disidang di PN Makassar, M Asri menyebut penahanan Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat akan tetap di Jakarta. Oleh karena itu, Nurdin dan Edy akan mengikuti sidang secara virtual.

ADVERTISEMENT

“Sementara Pak Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat kita tahan di Jakarta karena seperti Agung Sucipto itu dilaksanakan virtual, maka nanti pun akan dilaksanakan secara virtual,” katanya.

“Tapi kalau pemeriksaan saksi-saksi kami hadirkan langsung ke persidangan (pada Pengadilan Tipikor Negeri Makassar),” imbuh Asri.

Asri Irwan mengungkapkan sejumlah alasan penahanan Nurdin dan Edy tetap di Jakarta, salah satunya karena adanya PPKM darurat di Jakarta.

“Protap-nya yang lama. Sekarang kan PPKM, ketat banget kan. Terus dibawa ke sini juga online, iya (percuma),” tutur Asri.

Pertimbangan kedua, lanjut dia, tempat tahanan di Makassar terbatas. Jaksa KPK juga mengusahakan agar Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat tak tercampur di sel yang sama dengan Agung Sucipto.

“Antara Nurdin Abdullah dengan Agung kalau bisa ya pisah. Jadi jalan terbaik itu kita sidangkan tetap di Makassar terus Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat di Jakarta secara virtual tapi saksi-saksi nya biar lebih enak hadir di sini,” ucapnya.

KPK menghindari Nurdin Abdullah dan Agung Sucipto ditahan di tempat yang sama karena tidak ingin keduanya saling mempengaruhi.

“Itu kan sudah biasa (tempat penahanan tidak satu tempat). Kalau kita satu tempat kan bisa saling mempengaruhi, sengaja kita pisah seperti itu biar tidak ada saling terpengaruh,” katanya.

Di lain sisi, Anggu selaku orang atau pihak yang memberi suap kepada Nurdin Abdullah telah lebih dulu menjalani sidang perdana pada Selasa (18/5) lalu. Anggu bahkan telah dituntut 2 tahun penjara di sidang tuntutan yang digelar pada Selasa (13/7).

“Kami penuntut umum menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Agung Sucipto dengan pidana penjara selama 2 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp 250 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan,” ujar Jaksa KPK Muhammad Asri Irwan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Makassar, Selasa (13/7).

Tuntutan jaksa KPK itu karena terdakwa dianggap terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi,

Jaksa KPK menganggap empat unsur dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yakni unsur seorang perseorangan, memberi atau menjanjikan sesuatu, diberikan ke penyelenggara negara, hingga unsur dengan maksud penyelenggara negara itu berbuat sesuatu dengan kewenangannya sebagai penyelenggara negara.

“Keempat unsur tersebut terpenuhi semua sehingga semua unsur delik terbukti pada diri Agung Sucipto,” beber Asri Irwan.

Anggu juga disebut secara sadar mengamini memberi sejumlah uang suap, baik secara langsung kepada Nurdin Abdullah atau melalui Edy Rahmat selaku Sekdis PUTR Sulsel alias bawahan kepercayaan Nurdin Abdullah.

“Dan terdakwa memberikan uang sejumlah 150 ribu Singapura dolar secara langsung kepada Nurdin Abdullah yang saat itu Nurdin Abdullah berjanji mengusahakan perusahaan terdakwa mendapat proyek,” ujar jaksa KPK lainnya, Andri Lesmana, di persidangan.

“Selain itu, Nurdin Abdullah mengatakan bahwa jika ingin memberikan sesuatu atau uang tentunya maka bisa melalui Edy Rahmat,” sambung jaksa Andri Lesmana.

Kemudian, jaksa juga menyebut terdakwa Anggu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah memberikan suap Rp 2,5 miliar ke Nurdin Abdullah selaku penyelenggara negara yang penyerahan uang tersebut melalui perantara Edy Rahmat.

Sebelumnya, Prof Andalan ditetapkan tersangka oleh KPK. Nurdin Abdullah terjerat dalam kasus dugaan suap proyek di Sulsel.

“Dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi oleh penyelenggara negara, atau para pihak yang yang mewakilinya. Terkait dengan pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur di Sulsel,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri KPK dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (28/2/2021) lalu.

Firli kemudian menjelaskan pemantauan yang dilakukan KPK dalam kasus ini. Firli menyebut pada awal Februari Nurdin Abdullah dan Edy Rahamt bertemu dengan Agung Sucipto terkait proyek Wisata Bira.

“Sekitar awal Februari 2021, Ketika NA sedang berada di Bulukumba bertemu dengan ER dan juga AS yang telah mendapatkan proyek pekerjaan Wisata Bira,” ujar Firli.

Nurdin Abdullah, kata Firli, kemudian menyampaikan kepada Agung Sucipto selaku kontraktor melalui Sekdis PUTR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat bahwa proyek tetap dilanjutkan. Nurdin memerintahkan kepada Edy segara mempercepat dokumen.

“NA menyampaikan pada ER bahwa kelanjutan proyek Wisata Bira akan kembali dikerjakan oleh AS yang kemudian NA memberikan persetujuan dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan dokumen DED (Detail Engineering Design) yang akan dilelang pada APBD TA 2022,” ujar Firli. (*/liq)

ADVERTISEMENT