OPINI: Membaca Kehadiran Isrullah – Usman di Pilkada Lutim

104
Asri Tadda (Diaspora Luwu Timur, bermukim di Makassar)
ADVERTISEMENT

Pilkada Luwu Timur hampir saja head to head. Antara petahana Bupati Budiman dan Irwan Bachri Syam yang pernah juga jadi Bupati meski hanya beberapa hari. Keduanya pun pernah jadi Wakil Bupati. Posisi yang berimbang.

Ancaman bakal terjadinya “perang kolosal” antara dua kubu dengan basis massa militan ini, akhirnya terhindarkan dengan kehadiran pasangan Isrullah Achmad dan Usman Sadik.

ADVERTISEMENT

Warga Luwu Timur sepatutnya bersyukur akan hal ini. Kehadiran poros ketiga di Pilkada Lutim ini jadi angin segar untuk dapat meredakan konflik laten sosial politik seperti selama ini terjadi.

Sebagaimana kita tahu, imbas Pilkada langsung sungguh terasa berat khususnya bagi para pejuang maupun tim sukses dari kandidat yang kalah. Apalagi jika head to head, hanya diikuti oleh dua Paslon.

ADVERTISEMENT

Kita lazim melihat adanya aksi “balas dendam” politik sehabis Pilkada. Juga tentu bagi-bagi hasil kemenangan. Tapi yang paling buruk adalah soal balas dendam politik itu.

Selama satu periode, sekitar 5 tahun lamanya, kubu yang terkalahkan secara otomatis juga akan menderita secara sosial ekonomi. Apalagi jika statusnya adalah Pegawai Negeri Sipil yang bernaung di bawah Pemerintah Kabupaten.

Padahal memilih dan dipilih adalah hak demokrasi setiap warga negara. Mendukung siapapun dalam kontestasi, seharusnya dilindungi Undang-undang. Sayangnya, Pilkada kita selama ini, masih jauh dari idealitas itu. Termasuk di Luwu Timur.

Karena itu, sekali lagi, warga Luwu Timur seyogyanya bersyukur atas kehadiran Paslon Isrullah – Usman yang pada Selasa (27/08) resmi mendaftar di KPU Luwu Timur.

Kehadiran Paslon dengan akronim BERIMAN ini, menjadi pemecah kebuntuan bagi siapa saja yang kini masih bimbang bakal memilih siapa nantinya saat hari pencoblosan, Rabu 27 November mendatang.

Bagaimanapun, Paslon BERIMAN adalah pilihan paling minim resiko mendapatkan balas dendam politik di Luwu Timur. BERIMAN adalah jalan tengah yang hadir saat tensi politik mulai memanas di Lutim.

Apalagi, keduanya hadir membawa visi besar untuk mewujudkan Luwu Timur yang sejahtera, mandiri, harmonis dan berkeadilan. Saya pribadi tertarik dengan narasi visi Paslon ini.

Soal sejahtera dan mandiri, itu memang sudah jadi tujuan ideal hadirnya pemerintahan. Itu juga menjadi tujuan mengapa negara ini didirikan, yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya.

Kesejahteraan tentu selaras dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan ekonomi yang bertumbuh secara ril pada setiap lapisan masyarakat, pemerintahan akan lebih mandiri. Ah, ini sungguh menyenangkan.

Yang juga tak kalah menarik, adalah istilah harmonis dan berkeadilan dalam visi Paslon BERIMAN. Saya pikir, sepertinya Isrullah – Usman ini cukup jeli melihat masalah mendasar dalam kehidupan sosial politik warga Lutim selama ini.

Apa masalah itu? Disharmoni.

Disharmoni, seperti yang saya jelaskan di awal, lebih merujuk pada kondisi aksi balas dendam politik paska Pilkada. Yang menang akan “merujak” orang-orang yang dulu ketahuan ada di pihak yang menantangnya.

Tidak sedikit antar-keluarga dan kerabat yang harus berselisih paham hanya karena beda pilihan politik. Saling mencurigai, saling melaporkan, dan aneka aksi yang sesungguhnya membuat rakyat jadi tidak hidup harmonis.

Padahal, keharmonisan adalah pangkal kebahagiaan. Warga yang bahagia dan harmonis, tentu akan lebih bisa bekerja secara produktif dan tidak was-was dicurigai atau bahkan dilaporkan ke atasan sebagai orangnya ‘lawan politik dulu’.

Harmonis yang diusung Paslon BERIMAN ini, adalah jawaban bagi siapa saja, yang tak mau lagi melihat Luwu Timur terkotak-kotak dalam kelompok warna politik yang sangat dominan dan diferensial.

Coba lihat pilihan warna kostum Paslon Isrullah – Usman saat mendaftar di KPU Lutim kemarin. Mereka mengenakan kemeja berwarna biru langit, sebuah pilihan warna yang begitu menyejukkan mata dan menenangkan hati.

Lewat warna harmoni yang digunakannya, Paslon BERIMAN seolah mengajak semua warga Lutim untuk kembali dalam kehidupan yang tenang, tentram dan tak lagi dalam suasana saling menjatuhkan.

Ini tentu wajar mereka usung karena secara historis, keduanya relatif “lebih bersih” dari dosa dan khilaf politik. Keduanya belum pernah menjabat Bupati atau Wakil Bupati.

Yang juga mendukung adalah, baik Isrullah maupun Usman Sadik, adalah putera asli Luwu Timur yang kadarnya paling murni. Karena itu, mereka tentu ingin tanah kelahirannya bisa lebih sejahtera, mandiri dalam keharmonisan.

Yang terakhir dalam narasi visi BERIMAN adalah istilah berkeadilan. Panjangnya, mereka ingin mewujudkan pembangunan di Luwu Timur secara berkeadilan.

Hanya saja, bagian ini perlu penjelasan yang cukup panjang dan lebar. Mungkin akan saya tulis di bagian lain saja nantinya.

Cukup membahas tiga bagian dari visi BERIMAN saja sesungguhnya sudah bisa memberikan banyak inspirasi bagi kita, bahwa ada opsi yang mungkin bisa lebih baik bagi Luwu Timur.

Daripada rakyat terus hanyut dalam duel politik yang tak akan pernah berkesudahan, mending kita bikin harmonis saja. Mumpung ada “barang baru”: Isrullah – Usman. Setuju? (*)

Asri Tadda                                                     (Diaspora Luwu Timur,bermukim di Makassar)

ADVERTISEMENT