Pengerjaan Jembatan Gantung di Poros Palopo-Toraja Terkendala Cuaca

1261
Suasana pengerjaan jembatan gantung di Battang Barat. (Foto: Herianto)
ADVERTISEMENT

PALOPO – Bencana tanah longsor yang menerjang Kelurahan Battang Barat, Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo beberapa waktu lalu mengakibatkan akses jalan nasional Palopo-Toraja Utara putus.

Pada peristiwa itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono bahkan menyempatkan meninjau lokasi kejadian.

ADVERTISEMENT

Dalam kunjungannya Menteri PUPR mengalokasikan anggaran pembangunan jembatan pada lokasi longsor tepatnya kilometer 24. Proses pengerjaan jembatan ini ditargetkan akan rampung tiga bulan ke depan.

Pengawas Poreyek dari Balai Besar Jalan Nasional PUPR Provinsi Sulawesi Selatan, Ruben mentahkan jika proses pembangunan jembatan gantung ini diperkirakan selesai dua bulan ke depan.

ADVERTISEMENT

“Dua bulan lebih sudah selesai dibangun. Sementara pengerjaannya sudah dimulai hampir sebulan,” kata Ruben, Senin (3/8/2020) kepada Koran Seruya.

Hanya saja, lanjut Ruben proses pengerjaan terkendala dengan cuaca yang tidak menentu sehingga pekerjaan selalu di hentikan. “Karena hampir tiap hari hujan jadi dihentikan, ditakutkan ada longsor susulan. Karena kondisi tanah masih labil,” jelasnya.

Selain terkendala dengan cuaca dirinya juga mengaku jika proses pembangunan jembatang gantung tersebut terkendala karena Medan yang sulit serta material. “Untuk proses pengerjaan menggunakan metode bot file atau menanam besi,” bebernya.

Rencananya jembatan gantung sepanjang 84 meter ini sebagai alternatif untuk penyebrangan dari arah Palopo ke Toraja Utara maupun sebaliknya.

Sementara itu, Lurah Battang Barat, Ikhwal mengatakan dalam proses pembuatan jalur baru ini sebelumnya terkendala izin pembebasan lahan dari warga.

“Ada tujuh warga sebelumnya menolak tanahnya dijadikan jalan tetapi setelah diberikan pemahaman sehingga mereka setuju. Karena mereka juga tidak bisa menunjukkan sertifikat tanah sebagai pemilik sah. Apa lagi ini dibangun merupakan proyek bencana,” jelasnya.

Ikhwal mengaku jika pemilik lahan tersebut awalnya meminta ganti rugi namun tidak dapat dipenuhi karena tidak ada anggaran ganti rugi.

Dirinya mengungkapkan dalam peristiwa itu, sebanyak 9 KK dari 32 Jiwa yang kehilangan tempat tinggal. Sementara yang ikut terdampak yakni RW 2 sebanyak 92 KK dan RW 3 58 KK.

Sembilan KK yang terdampak langsung bencana telah mendapatkan rumah susun maupun rumah nelayan dari pemerintah Kota Palopo. Hanya saja mereka lebih memilih bertahan daripada ingin relokasi. “Walikota Palopo sudah memberikan rumah untuk tempat tinggal hanya saja mereka menolak,” bebernya. (Rah)

ADVERTISEMENT