PALOPO – Universitas Muhammadiyah Palopo (UMP), memecat kepala humasnya Suparni Sampetan. Pemecatan tersebut tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Nomor: 1451/KEP/III.3.AU/D/2024 yang dikeluarkan oleh Universitas Muhammadiyah Palopo.
Dalam surat tersebut, Suparni dituding menjadi dalang aksi yang dilakukan oleh sejumlah kelompok mahasiswa.
Merasa tak terima dengan keputusan pihak UMP, Suparni melaporkan apa yang dialaminya ke Mapolres Palopo. Sebab katanya, pemecatan terhadap dirinya dilakukan secara sepihak oleh pihak kampus.
“Saya tidak pernah dipanggil untuk memberikan klarifikasi atau mendengar alasan pemecatan ini. Proses pemberhentian saya sangat tergesa-gesa dan dilakukan tanpa pemberitahuan yang layak,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa dalam SK tersebut, tuduhan yang dilontarkan kepadanya sangat tidak adil dan tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Saat melapor, Suparni didampingi oleh sejumlah pengacara ternama dari berbagai kantor hukum, di antaranya PBH Andi Djemma.
Tim kuasa hukum yang mewakili Suparni terdiri dari sejumlah pengacara, antara lain: Achmad Amin, Imam Wahyudi, Mustakin, Prawira Angkasa, Sulastriyani, Verawaty, Ratna, Eni Nur, Didi Ardiansyah, Aldi Saputra Manting dan Isnul Arrida.
Pihak kuasa hukum menyatakan bahwa pemecatan sepihak ini tidak hanya merugikan Suparni secara pribadi, tetapi juga menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap reputasi Universitas Muhammadiyah Palopo.
Mereka berpendapat bahwa tindakan ini menciptakan preseden buruk dalam manajemen sumber daya manusia di lingkungan akademik.
Tindakan tersebut, menurut mereka, menunjukkan adanya ketidakberesan dalam pengelolaan SDM di institusi pendidikan yang seharusnya mengutamakan prinsip transparansi dan keadilan.
“Sikap sepihak ini tidak hanya merusak karir individu, tetapi juga bisa merusak citra lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang mendukung hak-hak dan martabat setiap tenaga pendidik dan karyawan,” ujar Achmad Amin.
“Kami berharap ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan,” sambungnya.
Laporan ini kini tengah diproses oleh pihak kepolisian, dan masyarakat serta kalangan akademik tengah menanti perkembangan lebih lanjut mengenai kasus yang menyita perhatian publik tersebut.
Pemecatan yang dilakukan tanpa prosedur yang jelas ini menjadi sorotan, terutama terkait dampaknya terhadap integritas institusi pendidikan dan hak-hak karyawan yang bekerja di dalamnya. (*)