KOLOM: Vaksinasi, Asa Dunia Eliminasi COVID 19

372
ADVERTISEMENT

NEGARA yang sukses menanggulangi kasus covid-19 hingga 0 kasus baru karena upaya karantina wilayah seperti lockdown semisal yang baru saja terjadi di Vietnam, belum bisa menjadi ukuran keberhasilan secara total atas keamanan kesehatan masyarakat sebuah negara terhadap penyakit tersebut.

Hal ini benar jika negara yg telah terbebas dari virus kembali membuka batas wilayah dan membiarkan lalu lintas manusia kembali terjadi apalagi secara global belum ada eliminasi penyakit tersebut.

ADVERTISEMENT

Sebagai contoh, Cina yang semula dianggap sukses menangani Covid-19. Namun hingga hari ini, kembali terkonfirmasi ada 100 lebih kasus infeksi baru di sana. Menurut Komisi Kesehatan setempat, sebanyak 98 kasus merupakan kasus impor dan melibatkan pendatang dari luar negeri yang tiba di cina.

Sebelumnya, di Cina hanya ada 85.000 orang tertular, dari 1,7 milyar penduduk Cina. Jumlah itu belum cukup untuk menjadi “benteng” imunitas. Cina selama ini berhasil mengatasi wabah dengan cara lockdown. Sebelumnya, virus ini telah menginfeksi 1,5 juta orang di seluruh dunia. Itu yang ketahuan. Yang tidak terdeteksi, mungkin ada 2 kali lipat dari jumlah itu.

ADVERTISEMENT

Suatu negara yang berhasil mengatasi wabah hanya bisa bebas dari penularan selama negara tersebut terus mengisolasi diri. Begitu isolasi dibuka, virus akan kembali masuk. Kebijakan lockdown dari sebagian negara dan sukses mengeliminasi covid-19 kemudian membuat warganya kembali melintasi batas negara tentu tidak menjamin keamanan warga negara terhadap ancaman virus tersebut selama eliminasi secara global melalui program yang efektif belum sepenuhnya dilakukan. Kebijakan lockdown atau mengkarantina wilayah atau negara dalam rentan waktu yang cukup lama, justru berpotensi membuat warga negara tersebut menjadi frustrasi dan membuat masalah-masalah baru termasuk kelaparan dan permasalahan-permasalahan sosial lainnya. Apalagi negara tersebut tidak mampu secara mandiri menyediakan kebutuhan-kebutuhan primer warganya.

Herd Immunity

Herd immunity adalah bentuk proteksi tidak langsung dari infeksi penyakit menular. Bayangkan sebuah herd immunity sebagai benteng. Dengan banyaknya orang yang kebal dengan penyakit menular, herd atau kawanan yang sudah kebal ini, berfungsi sebagai benteng penyebaran penyakit. Dengan adanya benteng tidak akan terjadi lagi penyebaran penyakit ke individu yang belum terinfeksi sehingga proses penularan penyakit terhenti dengan sendirinya.

Berapa banyak yang dibutuhkan? Kabarnya herd immunity threshold (HIT) untuk covid-19 adalah 29-74%. Artinya 29% dari 7,8 milyar penduduk bumi ini harus terinfeksi dulu. Artinya harus ada 2,2 milyar yang tertular. Kalau case fatality rate (CFR) adalah 3%, itu berarti harus ada 67 juta jiwa yang harus kehilangan nyawa krn covid-19. Melihat angka-angka tertular dan kematian tersebut, apakah kita harus menunggu jumlah kasus termasuk jumlah kematian sebanyak itu agar covid-19 benar-benar dapat teratasi secara global? Tentu tidak !!

Sejarah Herd Immunity

Seabad yang lalu, topley dan wilson mengenalkan istilah herd immunity. Mereka mempelajari pengaruh vaksinasi terhadap infeksi virus pada tikus. Selain kekebalan, pada level individu, mereka berpendapat bahwa tingkat kekebalan di level “herd” atau kawanan, penting untuk diperhatikan dalam menilai efektifitas vaksinasi.

Herd immunity juga pernah diteliti dalam konteks penyebaran penyakit tanpa adanya vaksinasi. Pada tahun 1930, hedric menemukan bahwa setelah banyak anak yang kebal akibat infeksi campak terhadap penurunan angka penularan pada anak-anak lain yang sebenarnya rentan. Dia menduga bahwa ini terjadi karena sudah terbentuknya herd immunity. Akan tetapi, pada praktiknya campak masih terus menginfeksi dunia. Barulah dengan adanya vaksinasi besar-besaran pada tahun 1960-an, campak akhirnya bisa mulai dilenyapkan.

Dari beberapa sejarah eliminasi penyakit menular, kita dapat dapat berkesimpulan bahwa hingga saat ini, vaksinasi masih menjadi alternatif terbaik untuk bisa sesegera mungkin membuat semua negara merdeka dari virus ini. Dengan tingkat penyebaran sekarang ini, sepertinya mustahil kita bisa benar-benar mengisolasi virus penyebab covid-19, kemudian memusnahkannya sama sekali. Tanpa vaksin, virus ini akan terus beredar, menginfeksi lebih banyak orang, sampai herd immunity tercapai di seluruh muka bumi. Dan jika tanpa vaksin, mungkin kita akan mengulangi sejarah pandemi flu Spanyol 100 tahun yang lalu. Kita tentu tidak ingin melihat angka-angka kematian akibat covid-19 yang begitu besar. Oleh karenanya vaksinasi masih merupakan asa dunia untuk segera mengeliminasi covid-19 di muka bumi.

*) Penulis: San Ashari, SKM., M.Kes, Kabid P2P Dinkes Palopo

(iys)

ADVERTISEMENT