MAROS — Sebuah video aksi Angngaru seorang pemuda di Kabupaten Maros viral di media sosial, sejak beberapa hari terakhir ini. Video tersebut viral, lantaran badik yang digunakan dalam aksi Angngaru tersebut menembus dada bagian kanan pemuda itu. Akibatnya, darah segar pun nampak mengucur di kemeja hitam dan sarung yang digunakan pemuda tersebut.
Meski begitu, pemuda tersebut tetap melanjutkan aksinya hingga selesai. Belakangan terungkap peristiwa tersebut terjadi di sebuah acara pernikahan warga di Dusun Bonto Paddinging, Desa Bontotallasa, Kecamatan Simbang Kabupaten Maros Sulawesi Selatan, Minggu (13/11/2022) yang lalu.
Diketahui sang pemuda tersebut bernama Hisbullah Basri. Hisbullah mengatakan aksi manggarunya itu ia lakukan di rumah temannya yang akan melangsungkan pernikahan. Meski terluka, Hisbullah tetap melanjutkan aksinya hingga selesai karena menghormati pemilik acara.
Atas insiden itu, Hisbullah sempat menjalani perawatan di RSUD dr La Palaloi Maros. Ia mendapatkan 5 jahitan pada dada bagian kanannya yang terkena badik. “Setelah kejadian, saya meminta tolong sama teman yang ada disitu untuk mengantar saya ke rumah sakit, agar tidak membuat pemilik acara panik,” ujarnya dikutip dari Tribuntimur.com.
Ia mengaku sangat kaget karena aksinya tersebut viral. Bahkan beberapa akun tidak bertanggung jawab menyebutkan dirinya meninggal dunia usai kejadian tersebut. “Saya sudah minta beberapa akun informasi untuk menghapus postingannya karena banyak keluarga yang kaget dapat kabar yang tidak benar,” ujarnya.
Ia pun mengaku baru pertama kali terluka selama mangaru. “Mungkin karena sudah ditakdirkan. Karena selama ini saya mangaru di acara keluarga maupun teman tidak pernah terluka sama sekali,” tutupnya. Hisbullah pun meminta kepada masyarakat yang mangaru untuk lebih berhati-hati, agar insiden serupa tak terulang lagi.
Melansir penelitian yang dimuat laman Universitas Islam Negeri (UIN) Alaudin Makassar, angngaru merupakan tradisi masyarakat Gowa yang awalnya hanya boleh dilakukan prajurit ketika hendak perang.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk sumpah setia mereka pada raja. Namun, kebisaan tersebut bergeser seiring waktu hingga kemudian dipraktikkan dalam prosesi pernikahan. Tradisi ini biasanya berupa ungkapan kata-kata puitis mengandung nilai sastra yang diucapkan dalam bahasa Makassar. (int)