ENREKANG–Muh Alfatah M, 20 tahun, belum lama jadi pelaut. Tahun 2018 silam, pelaut asal Enrekang ini menyelesaikan pendidikannya di SMK Pelayaran Barru, Sulsel. Dia kemudian jadi pelaut dengan bertolak ke Tiongkok.
Khairil, sepupu Alfatah di Dusun Banca, Desa Bontongan, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, mengatakan, Almarhum sebenarnya berniat melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi selepas pendidikan pelaut di SMK Pelayaran Barru. Namun, karena terkendala biaya, Alfatah memutuskan mencari pekerjaan sebagai pelaut, hingga akhirnya diterima bekerja di kapal Long Xing 692.
“Sebenarnya dia mau kuliah, tetapi memilih berlayar dulu untuk kumpulkan uang kuliah. Namun takdir berkata lain, Alfatah sakit dan meninggal dalam pelayaran di Apia, Kepulauan Samoa,” kata Khairil kepada wartawan di Enrekang.
Keluarga Alfatah di Enrekang sempat terpukul mendapat kabar Alfatah meninggal dunia dan jenazahnya dibuang ke laut karena kapten kapal tempatnya berlayar khawatir penyakit Alfatah akan menulari crew kapal lainnya.
Sebab, informasi dari surat dari Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri RI, ada dua ABK kapal Long Xing 692 yang tengah berlayar ke Samoa meninggal dunia, salah satunya Alfatah. Dua jenazah ABK tersebut dibuang ke laut atas keputusan kapten kapal tersebut.
Ada lima poin dalam isi surat dari Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri RI. Salah satu poinnya, menyampaikan bahwa ada dua WNI yang bekerja di kapal tersebut dilaporkan telah meninggal dunia di atas kapal.
Dua jenazah ABK WNI tersebut telah dibuang oleh kapten kapal ke laut lepas karena khawatir adanya penyakit berbahaya yang dapat menular ke kru lainnya. Salah satu dari kedua jenazah tersebut adalah Muhammad Alfatah yang keluarganya di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Dalam surat yang diterima keluarga korban disebutkan bahwa korban awalnya sedang tidak enak badan dengan gejala kaki dan wajah bengkak, nafas pendek serta dada nyeri saat berlayar menggunakan kapal Long Xing 692 di Apia, negara Kepulauan Samoa.
“Keluarga kami telah menerima surat pemberitahuan tentang kabar kematian Alfatah dari Kementrian Luar Negeri (Kemlu) RI. Keluarga korban juga sudah melakukan salat gaib untuk Alfatah,” kata Khairil.
Diberitakan sebelumnya, seorang pelaut asal Enrekang meninggal dunia bernama Alfatah. Jenazahnya dibuang di tengah laut karena crew kapal khawatir jenazah membusuk dan menularkan penyakit ke ABK lainnya.
Informasi jenazah Alfatah dibuang ke laut beredar di media sosial (medsos) Instagram maupun Facebook. Salah satunya, kabar meninggalnya Alfatah diunggah di laman FB “Enrekang Dekat”, 18 Januari 2020 lalu. Dalam laman ini, foto dan surat Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri RI ikut diunggah.
Berdasarkan surat dari Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri RI yang beredar di medsos, Alfatah meninggal setelah sebelumnya mengalami sakit saat sedang melaut pada 18 Desember 2019.
Dalam surat itu disebutkan, sakit yang dialami Alfatah adalah kaki dan wajah bengkak, nyeri di dada dan napas pendek. Kapten kapal sempat memberikan obat kepada Alfatah, namun kondisinya tak kunjung membaik.
Pada 27 Desember 2019 pukul 13.30 waktu setempat, Alfatah dipindahkan ke Kapal Long Xing 802 yang akan berlabuh di Samoa, sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik, lalu dibawa ke rumah sakit.
Namun, Alfatah meninggal delapan jam setelah dipindahkan ke kapal tersebut.
Dengan alasan daratan (negara Samoa) masih sangat jauh dan dikhawatirkan adanya penyakit menular yang bisa menjangkiti kru kapal lainnya, kapten kapal memutuskan membuang jenazah Alfatah ke laut tanpa sepengetahuan agen. (iys)