Kabar Gembira, PCR untuk Tes Covid-19 Sudah Bisa di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar, Tak Perlu Kirim Sampel ke Jakarta Lagi!

5009
Ilustrasi: Pemeriksaan sampel Swab di Lab. untuk mengetahui apakah pasien positif Covid-19 atau tidak. (Foto: Detik)
ADVERTISEMENT

PALOPO–Di balik seliweran berita-berita mengenai virus Corona, si biang kerok penyebab Covid-19, ada kabar gembira yang mampir ke meja redaksi Koran Seruya, Minggu malam (22/3) ini. Apa itu ya?

Lewat Juru Bicara resmi Pemkot Palopo terkait penanganan Covid-19, DR dr Ishak Iskandar MKes, disampaikan jika sampel hasil tes/cek darah dan swab kini sudah bisa dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Makassar, sehingga tak perlu lagi mengirim sampel ke Pusat.

ADVERTISEMENT

“Jika sebelumnya hasil sampel pemeriksaan untuk mengetahui seseorang positif atau negatif terinfeksi virus Corona itu harus dikirim ke Jakarta dulu yang kadang memakan waktu lama, kini dengan alat baru yang dimiliki BBLK Makassar kita di daerah termasuk di Palopo sisa mengirim sampelnya ke sana,” ungkap Jubir Corona untuk kota Palopo itu.

Masih kata dokter Ishak Iskandar, kepastian soal ini ia peroleh dari Kepala BBLK Makassar, yang juga koleganya, alumni Fakultas Kedokteran Unhas, dr Aswan Usman MKes.

ADVERTISEMENT

“Insya Allah Selasa (24/3), alat kami, PCR sudah running. Buat teman di wilayah Sulawesi yang merupakan wilayah rujukan BBLK Makassar, silakan merujuk sampel ke kami.
Dan pastikan data pasien diisi selengkap mungkin dengan memberi label pada sampel yang dikirim,” ucap dokter Aswan melalui dokter Ishak Iskandar via percakapan di WhatsApp, Minggu (22/3).

“Insya Allah kemampuan perhari 50 sampel..sampel masuk kurang lebih 6 jam, sudah ada hasil bro…” lanjut Dr Aswan mengonfirmasi soal kecepatan hasil tes di lembaga yang ia pimpin.

Untuk diketahui pula, beberapa waktu lalu, gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah sempat kesal, karena untuk mengetahui positif tidaknya Covid-19 bagi pasien dalam pengawasan (dulu dikenal dengan istilah suspect) atau PDP Corona masih harus lewat Jakarta. Orang nomor satu di Sulsel itupun memerintahkan Kadis Kesehatan Provinsi berkoordinasi ke Pusat agar Makassar bisa memiliki alat dimaksud.

“Dan kini kita patut bersyukur, karena Makassar bisa tonji (punya alat tes canggih),” ucap Jubir Corona Palopo itu.

Juru Bicara resmi Pemerintah Kota Palopo terkait penanganan Covid-19, DR dr Ishak Iskandar MKes saat akan memasuki Ruang Pola harus melewati pemeriksaan suhu tubuh di pintu masuk, Kamis (19/3). (Foto: Iccank)

PCR Punya Tingkat Akurasi Tinggi 

Kata dokter Ishak, ada beberapa metode pemeriksaan Covid-19 dibedakan dalam hal tingkat akurasi.

Paling akurat, sebagaimana disepakati para ahli patologi klinik, memang Polymerase Chain Reaction (PCR) yang kini sudah ada di BBLK Makassar.

Sedangkan untuk tingkat keakuratan lebih rendah, ialah dengan metode pemeriksaan kultur darah (atau pembiakan mikroorganisme) untuk mendeteksi adanya bakteri, jamur, parasit, atau virus di dalam darah.

“Kalau kulturnya positif, berarti benar, nih, positif ada patogen-nya. Apakah itu virus atau bakteri. Tapi kalau misalnya tidak bisa dengan metode kultur, berarti pakai metode bawahnya lagi,” ujarnya.

Ada dua metode dengan akurasi lebih rendah, yakni pemeriksaan antigen (zat perangsang pembentukan antibodi), dan pemeriksaan antibodi itu sendiri, zat pemusnah bakteri atau virus dalam darah.

Kedua metode itu yang bisa dipilih untuk rapid test (tes cepat). “Nah, untuk rapid test yang kini beredar, tampaknya rapid test untuk deteksi antibodi, pemeriksaan paling rendah,” ujarnya.

“Keunggulan rapid test antibodi ini, memang karena sangat mudah. Cukup dengan mengetes sampel darah pasien. Sangat berbeda dengan PCR maupun antigen dari swab tenggorokan dan mulut, tapi akurasinya belum sebagus PCR,” imbuh dokter Ishak.

Lebih detail ia menjelaskan. Antibodi sebagai zat pemusnah virus dan bakteri di dalam darah baru akan muncul ketika bakteri atau virus itu sudah masuk ke dalam tubuh seseorang.

Artinya, pembentukan antibodi ini perlu waktu, bergantung masa inkubasi bakteri atau virus dalam darah. Selain itu, akan sulit memastikan bahwa virus yang masuk dalam darah memang virus penyebab COVID-19.

Nama resmi virus penyebab penyakit COVID-19 adalah SARS-CoV-2 yang diketahui adalah mutasi virus SARS-CoV, penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang juga menyebar dari China 2002 silam.

“Kita tahu, 20 tahun ini virus corona, termasuk SARS-CoV, sudah ada di dunia. Sudah umum sebagai penyebab infeksi saluran pernafasan atas sampai dengan radang paru yang disebut pneumonia,” katanya.

Artinya, beberapa virus seperti Human Patogenik CoV, H-CoV, H-SARS-CoV, serta MERS CoV, adalah virus corona pada mutasi genetika lebih awal yang semuanya bisa memunculkan antibodi dalam darah.

“Khawatirnya, antibodi yang terdeteksi alat rapid test adalah antibodi dari virus-virus sebelumnya. Karena alat itu, begitu mendeteksi antibodi virus corona, hasilnya akan positif,” ujarnya.

Sebagai dokter yang mantan Kadis Kesehatan Palopo, dr Ishak menyarankan, bila hasil Rapid Test menunjukkan hasil positif, perlu ada langkah selanjutnya untuk memastikan bahwa pasien benar-benar positif Covid-19.

“Pemeriksaan lanjutannya, ya, menggunakan tes PCR. Tes dengan tingkat kepercayaan paling tinggi,” ujarnya.

Sementara itu, bila hasil rapid test pengecekan antibodi itu menunjukkan pasien negatif. Itupun tidak menutup kemungkinan merupakan hasil yang tidak benar-benar negatif.

“Bisa saja si pasien sebenarnya sakit, terinfeksi SARS-CoV-2, tapi antibodinya belum terbentuk karena masih dalam masa inkubasi. Sehingga seolah-olah hasil rapid test-nya negatif. Namanya false negatif atau negatif palsu,” ujarnya.

Ia sarankan, meski hasil tes cepat menunjukkan seseorang negatif COVID-19, perlu dilakukan tes ulang tujuh atau 10 hari ke depan untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi yang muncul, alias orang tersebut tidak terjangkit virus.

“Karena kalau itu tidak dilakukan, justru bahaya. Tadi, bisa saja sebenarnya dia positif, bisa menularkan ke yang lain, tapi belum terdeteksi dengan alat rapid test antibodi,” katanya.

Dia mengakui, proses pemeriksaan dengan rapid test, memang hasilnya tidak seperti namanya. Meski nama tes itu tes cepat, untuk menemukan hasil yang akurat, tetap harus dilakukan rangkaian proses yang cukup lama. Metode PCR tetap menjadi penentu positif tidaknya seorang pasien mengidap COVID-19.

Pemerintah Indonesia Membeli 1 juta Kit Rapid Test untuk Deteksi Virus Corona, Covid-19.

Demi mendeteksi secara cepat virus SARS CoV 2 yang menyebabkan sakit Covid-19, pemerintah Indonesia memutuskan untuk membeli 1 juta kit alat pendeteksi virus corona jenis baru tersebut.

Tapi bukan metode PCR atau pengambilan sampel dengan swab lendir di mulut dan hidung, melainkan metode test yang menggunakan sampel darah.

Metode ini dikenal dengan istilah rapid test dan tidak memerlukan ruang pengetesan khusus seperti metode PCR yang membutuhkan laboratorium Biosafety Level (BSL) II.

“Untuk pemeriksaan massal kita akan melalui darah. Diambil sedikit kemudian dilakukan pemeriksaan dengan alat kit, hingga kemudian dalam waktu kurang dari 2 menit akan bisa kita selesaikan hasilnya,” ujar Jubir Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto di Graha BNPB, Jumat (20/3/2020) lalu.

Meski sensitivitas atau ketepatan deteksi lebih rendah dibanding metode PCR , metode rapid test dianggap cukup signifikan dalam mendeteksi kasus positif Covid-19.

Selanjutnya untuk penegasan kembali, pemerintah mengaku akan melakukan metode PCR sebagai ‘second opinion’ dari hasil rapid test yang dinyatakan positif.

“Apabila positif akan kita tindaklanjuti dengan pemeriksaan PCR, untuk memeriksakan positif yang sesungguhnya. Karena bisa saja positif ini terjadi pada orang yang sudah sembuh pada penyakit ini akan tunjukkan positif,” ungkap Yurianto.

Ia melanjutkan, hasil positif Covid-19 dari metode rapid test bisa terjadi pada pasien Covid-19 yang sudah sembuh. Sementara hasil negatif rapid test juga bisa terdeteksi pada pasien positif Covid-19 yang baru terinfeksi.

Itu terjadi akibat kadar zat immunoglobulin, sejenis protein sebagai antibodi sistem imun yang belum terbentuk sempurna atau lambat mendeteksi kondisi tubuh.

“Oleh karena itu orang yang sembuh (Covid-19) pasti positif. Tetapi bisa saja, pada kasus yang terinfeksi bisa hasilnya negatif. Ini disebabkan karena memang respon immunologinya belum terbentuk, dan ini butuh waktu 6 sampai 9 hari (setelah terinfeksi),” jelas Yurianto.

Meski risiko false positive begitu tinggi, lelaki yang juga menjabat sebagai Dirjen P2P Kemenkes tersebut mengatakan bahwa metode rapid test menjadi pilihan terbaik dan tercepat guna menemukan dan memutus mata rantai penularan Covid-19.

“Tetapi ini penapisan terbaik dilakukan pemeriksaan secara massal, sehingga secara cepat bisa menemukan potensi positif yang ada di masyarakat,” katanya, seperti dilansir Suara. (iys)

Catatan Redaksi: Jika Anda merasakan gejala batuk-batuk, demam, dan lainnya serta ingin mengetahui informasi yang benar soal virus corona Covid-19, sila hubungi Hotline Kemenkes: 021-5210411 atau kontak ke nomor 0812-1212-3119.

Untuk kota Palopo Hub. DINKES PSC 119 JA: 0471-21531 atau HOTLINE: 085 241 855 036
Untuk Luwu Utara: DINKES: 0813-4264-8399 dan Call Center PSC 119 di 085 226 046 119
ADVERTISEMENT