KORANSERUYA–Seorang perawat wanita di Rusia mendadak jadi perbincangan netizen. Foto dirinya yang tengah merawat pasien terjangkit virus corona di Tula Regional Clinical Hospital seketika viral di media sosial karena di balik jubah alat pelindung diri (APD) transparannya, terlihat perawat itu hanya mengenakan pakaian dalam.
Lucunya, di dalam foto tersebut juga terlihat ada seorang pasien yang merupakan pria lansia. Ia tampak duduk di salah satu ranjang rumah sakit, mengenakan masker yang menutupi sebagian wajahnya sambil menatap sang perawat.
Dari laporan surat kabar lokal Tula Pressa, perawat yang tak disebutkan namanya itu sedang berada di bangsal khusus pasien virus corona laki-laki.
Si perawat mengaku pada manajer rumah sakit tempatnya bekerja bahwa mengenakan jubah hazmat yang menutupi bagian tubuh dari ujung kaki hingga kepala membuatnya kepanasan dan gerah, melansir Kumparan.com.
Tingkah si perawat itu sama sekali tak mengundang protes dari para pasiennya. Namun, kepala rumah sakit tetap menjatuhinya hukuman setelah berpenampilan hampir telanjang di depan para pasien yang semuanya adalah laki-laki.
Kepala rumah sakit bilang, hal itu termasuk pelanggaran karena pakaian medis yang dikenakan si perawat tak memenuhi persyaratan layaknya pakaian pelindung yang banyak dipakai tenaga medis lainnya. Si perawat sendiri berdalih, dirinya tak menyadari bahwa APD yang dipakainya tembus pandang dan lingerie di dalamnya dapat dilihat jelas oleh orang lain.
Kementerian Kesehatan Regional tak menampik bahwa ada salah satu perawat dari Tula Regional Clinical Hospital yang mendapatkan sanksi disiplin akibat ulahnya yang kemudian menjadi viral. Hanya saja, mereka tak menjelaskan secara rinci bentuk hukuman apa yang diterima si perawat.
Pihak rumah sakit awalnya menuturkan bahwa perawat berusia 20-an itu mengenakan lingerie namun setelah diklarifikasi, kemungkian itu adalah bikini.
Si perawat sendiri masih enggan buka suara terkait dirinya yang mendadak viral karena pakaian dalam di balik jubah medis transparannya.
Mengenal Pakaian Hazmat sebagai Alat Pelindung Diri di Tengah Wabah Corona
Tenaga medis wajib mengenakan pakaian hazmat untuk menjaga tubuh dari potensi paparan SARS-CoV-2 yang ditularkan oleh pasien virus corona. Baju-baju semacam ini juga sering digunakan petugas kesehatan dalam penanganan kasus-kasus menular lainnya, seperti Ebola, SARS, dan MERS.
Dijelaskan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), baju proteksi memang lazim digunakan oleh para pekerja kesehatan, pekerja laboratorium kimia, dan rumah sakit.
Dipaparkan dalam jurnal National Centre for Biotechnology Information (NCBI), baju proteksi biasanya dibuat dari beberapa bahan material, di antaranya adalah polietilen, kain spunbond, dan meltblown. Ada beberapa jenis baju proteksi yang dapat digunakan, tergantung di mana dan di lingkungan seperti apa ia dipakai.
Tim medis Wuhan China virus corona pakaian hazmat
Baju pelindung antivirus ini dirancang untuk mencegah penularan patogen atau virus yang terkandung dalam darah dan cairan tubuh pasien. Artinya, baju berfungsi untuk melindungi petugas medis dari paparan virus ketika mereka melakukan perawatan terhadap pasien-pasien yang memiliki penyakit sangat menular, terutama ketika penderita mengalami pendarahan, muntah, atau diare.
Sebagaimana diketahui, virus dalam darah dan cairan tubuh pasien dapat masuk ke tubuh seseorang melalui kulit yang rusak atau selaput lendir yang tidak terlindungi misalnya, mata, hidung, atau mulut.
Nah, ketika baju ini dikenakan oleh seorang dokter atau perawat, maka tubuh mereka akan ada dalam perlindungan infeksi. Penggunaan baju biasanya disertai dengan beberapa komponen lain, seperti masker atau penutup wajah, pelindung mata, sarung tangan, dan sepatu boots.
Cara menggunakan baju pelindung antivirus juga tidak sama dengan cara memakai baju pada umumnya. Baju ini harus dipasang dalam urutan yang benar dan butuh pelatihan khusus. Sebab jika sampai salah, maka potensi terinfeksi virus akan semakin tinggi.
Begitupun dengan melepas baju proteksi dari tubuh usai melakukan perawatan terhadap pasien yang terkena wabah. Karena di bagian inilah potensi terpapar virus sangat tinggi. Virus yang menempel di permukaan baju berisiko mengenai bagian tubuh yang bisa disusupi virus.
Dalam hal ini, butuh prosedur terstruktur, pelatihan, dan pengawasan dari ahli dalam menggunakan atau melepas baju proteksi, terutama ketika melakukan perawatan pada pasien yang memiliki penyakit menular berbahaya. (*/iys)