PALOPO — Terkait isu panas kasus dugaan proyek fiktif pengadaan bronjong di Wara Barat, tepatnya di kelurahan Lebang, saat rapat pembahasan LKPj Walikota Palopo TA 2019 di DPRD Palopo, pada Kamis, 28 Mei 2020 lalu, Ibnu Rus selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut kembali menegaskan jika ada kekeliruan saat menafsirkan laporan yang tertulis di halaman 65 hingga 66, LKPj Walikota Palopo TA 2019.
Kata Ibnu Rus, saat dihubungi Koran Seruya, Sabtu (30/5), pihaknya mengaku kaget karena dari 21 paket yang ada dengan mata anggaran yang sama di Dana Alokasi Umum (DAU) APBD TA 2019 itu memang semuanya sudah dibayarkan kecuali paket pengadaan bronjong di Lebang Wara Barat karena kondisi lokasi yang tidak memungkinkan.
“Jadi angka-angka yang beredar di Sosmed, itu tidak termasuk untuk proyek pengadaan Bronjong di Lebang, kebetulan paket yang di Lebang (yang batal dikerja itu) satu mata anggaran dan masuk dalam 1 paket proyek PL (Pengadaan Langsung), datanya ada di BPKAD, jumlah paket semua ada 21 dan memang hanya 1 paket yang tidak dikerjakan (batal) karena memang medannya yang sulit, tentu tidak ada yang mau merugi,” terang Ibnu Rus selaku PPK Paket Pengadaan Bronjong di Lebang, yang kemudian jadi buah bibir seluruh warga kota Palopo tersebut.
Diketahui dari penelusuran Koran Seruya, dari foto-foto LKPj yang beredar, terdapat salah penafsiran pada angka “94,85%” yang tertulis di laporan halaman 65 tersebut, dan banyak dishare ke Sosial Media dimana tertera disitu “realisasi keuangan atau sudah dibayarkan” dengan angka gelondongan realisasi keuangan sebesar Rp2.643.783.500,- (94,85%).
Padahal, angka tersebut, kata Ibnu Rus, bukan untuk proyek Bronjong di Lebang yang sudah tidak dikerjakan tersebut, melainkan untuk paket-paket pekerjaan lain, dalam satu sumber mata anggaran yang sama di BPKAD Palopo, dengan nilai total Paket Rp2.787.395.000,- atau masih terdapat selisih yang belum dibayar (Pemkot) sebesar Rp143.611.500,- atau 5,15%
Kadis PUPR Ikut Membantah
Ditegaskan Ansar Dachri, Plt Kepala Dinas PUPR Palopo, bahwa paket bronjong itu memang tidak dilaksanakan atau tidak dikerjakan dan juga belum pernah dilakukan pembayaran kepada pihak rekanan manapun. Pembayaran biaya pekerjaan kepada rekanan baru bisa dilakukan setelah dilampirkan laporan dan bukti hasil pekerjaan. Kalau tidak ada, maka tidak akan pernah dibayarkan.
“Itu persyaratan dokumen untuk pembayaran suatu kegiatan. Dan jika lengkap dan ditandatangani konsultan pengawas, PPK, PPTK, PjPHP, PA dan selanjutnya terbit SP2D, jika dokumen dan bukti-bukti pendukung lainya lengkap,” jelas Ansar, sambil mempersilakan awak media mengecek langsung ke BPKAD Palopo.
Faktanya, laporan foto 0, foto 50 persen, foto 100 persen dan SP2D itu tidak pernah ada. “Artinya tidak pernah terbayarkan sama sekali atau nol rupiah,” tambahnya.
Dipaparkan, proyek pengadaan bronjong itu tidak terbayar dan tidak jadi dilaksanakan karena kondisi di lapangan. Setelah penandatanganan kontrak, akses menuju lokasi pekerjaan itu ternyata tidak ada.
Baik untuk langsiran, material termasuk alat. Olehnya, Dinas PUPR Palopo menegaskan bahwa TA. 2019 tidak ada proyek fiktif, termasuk proyek bronjong di Lebang. “Jadi, kesepakatan antara PPK dan penyedia, pekerjaan ini kami batalkan karena tidak didukung kondisi sekitarnya (medan) yang ada di situ,” terangnya. (iys)