PALOPO–Sempat heboh di media sosial berita anak menggugat ibunya di Pengadilan Negeri Belopa Kabupaten Luwu, Sulsel dimana berita tersebut mencuat pada 28 April 2021 lalu.
Kasus ini melibatkan Idawati Pasuba (58) selaku anak pertama sebagai penggugat, Agustina Pasuba (56) selaku anak kedua sebagai tergugat 1, Agustina Sattu (78) selaku ibu kandung sebagai tergugat 2. Dan Agustinus selaku pembeli tanah sebagai tergugat 3.
Idawati kepada awak media, Senin 3 Mei 2021 menjelaskan fakta sebenarnya soal kasus tanah, antara dia, saudarinya dan ibu kandungnya.
Idawati menyebutkan kronologi awal saat saudarinya (Agustina Pasuba), menjual tanah warisan keluarga yakni sawah seluas setengah hektar sebesar Rp 60 juta kepada seorang pembeli bernama Agustinus.
Sawah tersebut terletak di Dusun Lapadia, Desa Lare-lare Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu.
“Pada tanggal 12 Maret 2019, Agustina menjual sawah warisan keluarga seharga Rp 60 juta ke Agustinus melalui telepon lalu uangnya ditransfer ke rekening Agustina Pasuba. Penjualan tanah dilakukan sepihak dan tidak ada persetujuan dari ahli waris, juga tidak ada surat akta jual beli ataupun sertifikat hanya ada kuitansi bukti pembelian,” kata Idawati didampingi pengacaranya Harianti SH.
“Agustina Pasuba meminta ibu saya (Agustina Sattu) bertanda tangan di kuitansi pembelian. Jadi otomatis ibu saya juga terseret namanya ke pengadilan karena beliau yang bertanda tangan. Dia memang ini licik (Agustina Pasuba) karena dia berusaha jadikan ibu saya sebagai tameng untuk melawan saya,” jelasnya.
Penjualan tanah baru diketahui Idawati pada 5 Juli 2019. Lalu dilakukan mediasi disaksikan kepala Dusun Lapadia dan Kepala Dusun Lare-lare, di rumah orang tua Idawati di Lare-lare.
Dalam mediasi itu dihadiri ibu kandung Idawati yaitu Agustina Sattu, saudarinya Agustina Pasuba dan satu orang adiknya Martinus. Serta beberapa orang lainnya yaitu Bapak Tappi (tetangga), Bapak Rio (tatangga), dan Bapak Meri (Ketua RT).
Dalam mediasi tersebut, lalu menghasilkan kesepakatan keluarga bahwa hasil penjualan tanah digunakan untuk membangun rumah lama menjadi rumah keluarga yang terdiri dari 8 ruang kamar lengkap ruang tamu/dapur dan toilet.
“Sebagaimana kami delapan bersaudara dengan harapan kelak rumah tersebut tidak dimonopoli oleh satu orang tetapi dimiliki anggota keluarga tersebut di atas,” sebutnya.
Namun seiring berjalannya waktu, kesepakatan dalam mediasi yang ditandangani dengan materai tersebut dilanggar oleh Agustina Pasuba dan dia memilih membangun rumah tersebut dengan rencananya sendiri.
“Lalu dia giring opini bahwa kami tidak mau ikut membangun rumah, lalu dia bangun dengan rencananya sendiri dan melanggar kesepakatan mediasi,” sebutnya.
Sebelumnya, memang Agustina Pasuba menyarankan kepada Idawati agar masalah ini diselesaikan di pengadilan.
“Sebaiknya masalah ini diselesaikan di pengadilan, kamu duluan saya di belakang,” ujar Idawati menirukan Agustina Pasuba.
Atas dasar tersebut, Idawati melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Belopa Luwu.
Idawati menegaskan tak pernah punya niat untuk menggugat ibunya. Hanya saja, nama ibunya ikut dalam kuitansi sebagai yang bertanda tangan jadi otomatis nama ibunya juga terseret. Padahal lawan sengketa sebenarnya adalah saudarinya yakni Agustina Pasuba.
“Keinginan saya cuma satu yaitu membatalkan hasil penjualan tanah tersebut, karena itu ilegal, tanah warisan dijual tanpa kesepakatan keluarga dan tidak ada surat-surat,” ungkap Idawati.
“Saya menyampaikan klarifikasi ini, karena sebelumnya beredar pemberitaan yang mendiskreditkan saya padahal fakta sebenarnya tidak seperti itu,” urainya.
Idawati juga memperlihatkan sebuah surat bukti kepemilikan tanah tertanggal 30 September 2009. Dalam surat tersebut bertanda tangan pihak kesatu Agustina Sattu dan pihak kedua yakni Idawati Pasuba, Arni Pasuba, Martinus Pasuba, Jhony Pasuba, Agustina Pasuba, dan Yuliana Pasuba. Dan diketahui Kepala Desa Lare-lare Sarifuddin.
Kini persoalan tersebut masih dalam proses mediasi oleh Pengadilan Negeri Belopa Luwu.
(*)