KORANSERUYA.COM–‘Bonus Demografi’ menjadi topik utama Ormas Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) pada Dialog Forum yang dihadiri yang di gelar di Magaya Cafe, Minggu 28 Oktober 2018.
Istilah ‘Bonus demografi’ merujuk pada kondisi populasi usia produktif (rentang usia 15-64 tahun) lebih banyak dari usia non-produktif, sementara di Indonesia Bonus Demografi diprediksi akan mencapai puncaknya antara rentang 2025-2030 mendatang.
Ibarat dua sisi mata uang, Bonus Demografi dapat menjadi anugerah maupun bencana, karena secara normatif, bonus demografi seyogianya membawa sebuah negara menuju arah lebih baik, khususnya membawa kesejahteraan.
Bonus demografi ini memungkinkan Indonesia untuk bisa lebih produktif. Termasuk dalam meningkatkan Product Domestic Bruto alias PDB yang jadi indikator penting pertumbuhan ekonomi negara.
“Namun jika tidak dikelola dengan baik, bisa menjadi masalah sosial, Karena jika dia di usia produktif, tapi tidak bekerja. Itu masalah,” kata Taslim Tamang, Ketua harian Garbi Sulsel yang menjadi panelis utama pada forum dialog tersebut.
Walau demikian meraih momentum bonus demografi tak semudah membalikkan telapak tangan, terdapat sejumlah syarat agar bonus tidak berubah menjadi bencana demografi, yaitu penduduk harus berkualitas, tersedia lapangan kerja, dan lainnya.
“Tantangannya seberapa siap menghadapi bonus demografi beberapa tahun ke depan, apakah kita siap lepas landas menuju negara maju atau justru sebaliknya, tertimpa bencana demografi,” katanya.
Taslim memberikan contoh negara yang memaksimalkan sisi positif momentum bonus demografi adalah Jepang.
Kata dia, paska tragedi ‘baby boom’ pada akhir perang dunia ke dua, Negeri Sakura itu mengalami pertumbuhan penduduk yang signifikan.
“Saat Jepang memiliki jumlah sumber daya manusia yang signifikan, pemerintah tidak menyia-nyiakannya. Mereka segera menggenjot industrialisasi dan inovasi unggul. Jepang menjadi jajaran negara maju dunia. Hasilnya dapat dinikmati sampai sekarang,” pungkas Taslim.
Senada dengannya, Aksi Hamzah, akademisi IAIN Bone yang juga panelis pada forum dialog tersebut mengatakan persiapan menyambut bonus demografi Indonesia tidak lepas pada sumber daya manusia di daerah termasuk di Bone.
“Misalnya di sektor pendidikan, yang paling dekat saja, sekolah dasar bahkan tidak ada yang baru di Bone padahal jumlah penduduk bertambah, belum lagi daya tampung sekolah tingkat menengah dan perguruan tinggi yang tidak mencukupi,” kata Aksi yang juga mantan ketua KPU Bone.
Padahal, kata Aksi Hamsah, jumlah usia produktif yang besar harus ditunjang dengan kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang baik. Sehingga usia produktif dapat menjadi tenaga kerja yang terampil serta memiliki keahlian dan pengetahuan untuk menunjang produktivitasnya.
Untuk itu pemerintah menyiapkan berbagai kebijakan penunjang, pemerintah menjadi ‘agent of development’ dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, hingga penguasaan teknologi.
Solusi lainnya bisa dengan memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri.
Sementara masyarakat harus menjadi pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.
Forum dialog Garbi yang digelar di Bone tersebut adalah kegiatan rutin dan dihadiri sejumlah kalangan dan unsur pemuda di Bone dengan menghadirkan panelis yang berkompeten disetiap tema yang diusung pada dialognya. (abdulwarishasrat)