Kabar Buruk, Virus Corona Varian Baru dari Inggris Kemungkinan Besar Jadi Gelombang Kedua Pandemi

158
ADVERTISEMENT

VARIAN Kent atau yang muncul di Inggris menjadi varian baru virus corona (Covid-19) paling dominan di dunia, menurut klaim direktur program pengawasan genetik Inggris.

Saat ini varian baru itu telah menyebar ke 70 negara di dunia, sesuai laporan WHO.

ADVERTISEMENT

Direktur program pengawasan genetik Inggris mengatakan telah menemukan strain mutan B.1.1.7, yang berevolusi menjadi lebih menular daripada virus aslinya.

Profesor Sharon Peacock, kepala Covid-19 Genomics UK (Cog-UK) Consortium bahkan  mengatakan varian tersebut kemungkinan besar “akan menyapu dunia”.

ADVERTISEMENT

Meskipun menjadi jenis yang dominan di Inggris, namun bukti menunjukkan vaksin saat ini masih dapat bekerja melawannya.

Tetapi ada kekhawatiran bahwa varian tersebut mulai bermutasi lebih jauh menjadi seperti yang berkembang di Afrika Selatan.

Covid-19 Afrika Selatan lebih mampu melawan kekebalan yang dikembangkan oleh infeksi masa lalu atau dari vaksin saat ini.

Mutasi tambahan ditemukan setidaknya 21 kali dalam kasus berbeda pada orang yang terinfeksi varian Kent

“Yang mengkhawatirkan adalah, varian yang disebut B.1.1.7 yang selama beberapa minggu dan bulan ini mulai bermutasi, dapat memengaruhi cara kita menangani virus dalam hal kekebalan dan efektivitas vaksin,” kata Profesor Peacock dikutip, Reuters, Kamis (11/2/2021).

Dia mengungkapkan, varian B.1.1.7 yang melanda Inggris cukup mengkhawatirkan, karena lebih mudah menular. Kini, virus tersebut terus berkembang sehingga memiliki mutasi baru yang dapat mengancam vaksinasi.

Seperti diketahui, ada tiga varian baru Covid-19 yang mengkhawatirkan para ilmuwan. Yang pertama adalah varian asal Afrika Selatan yang dikenal sebagai 20I/501Y.V2 atau juga disebut B.1.351. Berikutnya, varian asal Inggris yang dikenal sebagai 20I/501Y.V1 atau B.1.1.7. Sementara, yang ketiga adalah varian asal Brasil yang dikenal sebagai P.1.

Peacock menuturkan, varian Inggris yang disebut-sebut paling mudah menular itu belum tentu lebih mematikan daripada yang lain. Kendati demikian, kemungkinan besar varian tersebut bisa mewabah di seluruh dunia. Sampai hari ini, virus corona telah membunuh lebih dari 2,35 juta orang.

Sementara total penduduk yang terjangkit virus itu nyaris mencapai 108 juta orang. Wabah Covid-19 telah mengubah banyak sendi kehidupan manusia. Kini, beberapa varian baru virus itu menimbulkan kekhawatiran, bahwa vaksin yang sudah ada saat ini bisa saja perlu disesuaikan kembali, dan orang-orang mungkin memerlukan suntikan penguat tambahan.

Gejala Orang Tertular Covid Varian Baru Inggris

Sebuah hasil survei terbaru menunjukkan, orang-orang yang positif terinfeksi varian baru Covid-19 asal Inggris lebih cenderung mengalami gejala seperti batuk, sakit tenggorokan, atau kelelahan. Namun, mereka umumnya tidak kehilangan kemampuan perasa atau penciuman seperti halnya gejala Covid sejak awal ditemukan.

“Hilangnya rasa dan hilangnya bau secara signifikan lebih jarang terjadi pada kasus Covid varian baru, berbeda dibandingkan dengan hasil tes PCR ‘triple positif’,” ungkap Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) dalam hasil survei analisis karakteristik orang di Inggris dengan Covid-19, dikutip dari Reuters, Kamis (28/1/2021).

Hasil tes PCR ‘triple positif’ yang dimaksud adalah hasil tes yang menunjukkan bahwa seseorang mengidap Covid-19 tetapi bukan virus varian baru asal Inggris. Survei tersebut dilakukan pada periode antara 15 November 2020 hingga 16 Januari 2021. ONS melaporkan, gejala yang sangat umum dan lebih banyak dikeluhkan oleh mereka yang terinfeksi virus corona varian baru tersebut adalah batuk, sakit tenggorokan, kelelahan, mialgia (nyeri otot) dan demam.

“Namun tidak ada bukti perbedaan gejala gastrointestinal (gangguan saluran pencernaan), sesak napas, atau sakit kepala dalam kasus ini (dengan Covid-19 lainnya),” ungkap ONS.

Survei infeksi yang dilaksanakan ONS adalah salah satu ukuran prevalensi Covid-19 yang paling diawasi, dan telah digunakan untuk memperkirakan perkembangan infeksi virus corona di tengah masyarakat Inggris.

(*/iys)

ADVERTISEMENT