JAKARTA–Komisi anti rasuah, KPK, kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pihak, sejak Jumat (26/2) hingga Sabtu (27/2) dini hari di kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Beberapa orang termasuk Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah turut diamankan dalam OTT tersebut.
Dari hasil penyidikan dan pemeriksaan selama 1×24 jam, KPK memutuskan untuk menetapkan Nurdin Abdullah sebagai tersangka terkait kasus suap dan gratifikasi.
Selain menetapkan Nurdin sebagai tersangka, KPK juga menetapkan seorang pengusaha bernama Agung Sucipto (AS) sebagai tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Sulsel, Edy Rahmat (ER).
Selain dikenal sebagai sosok pengusaha sukses di Sulsel, KPK juga menyebut bahwa Agung telah kenal baik dengan sosok Nurdin. Jauh sebelum Nurdin menjabat sebagai gubernur.
“AS (Agung Sucipto) Direktur PT APB (PT Agung Perdana Bulukumba-tidak dibaca) telah lama kenal baik dengan NA (Nurdin Abdullah) berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan TA 2021,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangan persnya, dikutip dari Kumparan.com.
Jauh sebelum itu, nama Agung Sucipto juga pernah muncul dalam pansus hak angket DPRD Sulsel tahun 2019. Saat itu, Agung disebut pernah meminta proyek pembangunan ruas jalan di Sulsel.
Permintaan proyek itu dilakukannya karena Agung diketahui pernah ikut membantu Nurdin saat tengah bertarung di ajang Pilkada.
Di laman LPSE Sulsel, PT Agung Perdana sudah menangani beberapa proyek di Sulsel.
Tercatat ada 8 proyek sejak tahun 2011 hingga 2015 lalu pernah diikuti Agung di Sulsel.
Proyek itu di antaranya:
1 Pembangunan jalan ruas Tanete-Tanaberu Bulukumba dengan anggaran Rp 3,4 miliar;
2 Proyek pemeliharaan berjalan jalan ruas Batas Gowa-Tondong di Sinjai pada tahun 2013;
3 proyek jalan ruas Sinjai-Kajang Bulukumba tahun 2013; serta
4 Proyek jalan ruas di Jeneponto tahun 2014.
5 & 6 Proyek pemeliharaan berkala jalan ruas Jeneponto pada 2014 dan 2015;
7 Peningkatan jalan ruas Boro-Jeneponto 2015; serta terakhir
8 Proyek peningkatan jalan ruas Palampang-Munte-Bontolempangan Sinjai/Bulukumba senilai Rp 34 miliar.
Meski kerap mendapatkan proyek di Sulsel, Anggu–begitu Agung karib disapa– juga sering memperoleh protes dari pihak DPRD Bulukumba.
Para anggota mengeluhkan sejumlah proyek jalan yang berada di bawah garapan perusahaan milik Anggu acapkali mengalami kerusakan, padahal jalan-jalan itu diketahui tak lama baru saja diperbaiki oleh Pemprov melalui perusahaan milik Anggu.
Melansir detik.com, bisnis konstruksi yang digeluti AS sejak lama makin merambah sejumlah proyek di Sulsel setelah sosok Nurdin Abdullah terpilih sebagai Gubernur Sulsel.
Nurdin terpilih sebagai Gubernur lewat Pemilihan Kepala Daerah tahun 2018. Ia maju berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman, adik mantan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman.
Lagi-lagi Anggu yang juga memiliki sebuah resort yang terkenal di Bulukumba, bernama Hakuna Matata itu disebut-sebut sebagai sosok penting yang berada di belakang suksesnya karier politik Nurdin sejak masih menjabat sebagai Bupati di Bantaeng, Sulawesi Selatan selama 10 tahun lalu.
KPK bahkan menyebut sejak bulan Februari 2021, Nurdin secara intensif terus berkomunikasi dengan Edy Rahmat selaku Sekdis PUTR Provinsi Sulawesi Selatan, sekaligus orang kepercayaan Nurdin.
Komunikasi intensif itu dijalin Nurdin untuk memastikan agar Edy dapat menyediakan lahan yang diinginkan Anggu terkait sejumlah proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Tak hanya satu, setidaknya ada lima proyek infrastruktur di Provinsi Sulawesi Selatan yang diduga KPK turut melibatkan Agung sejak tahun 2019 lalu atau tak lain sejak Nurdin menjabat pada 2018 lalu.
Daftar proyek-proyek yang dikerjakan Anggu itu di antaranya:
1. Peningkatan Jalan Ruas Palampang-Munte-Bontolempangan di Kabupaten Sinjai/Bulukumba (DAK Penugasan) TA 2019 dengan nilai Rp 28,9 miliar;
2. Pembangunan Jalan Ruas Palampang-Munte-Bontolempangan (DAK) TA 2020 dengan nilai Rp 15,7 miliar;
3. Pembangunan Jalan Ruas Palampang-Munte-Bontolempangan 1 1 Paket (APBD Provinsi) dengan nilai Rp 19 miliar.
4. Pembangunan jalan, pedestrian dan penerangan jalan Kawasan Wisata Bira (Bantuan Keuangan Provinsi Sulsel 2020 ke Kabupaten Bulukumba) TA 2020 dengan nilai proyek Rp 20,8 miliar.
5. Proyek rehabilitasi jalan Parkiran 1 dan Pembangunan Jalan Parkiran 2 Kawasan Wisata Bira (Bantuan Keuangan Provinsi Sulsel 2020 ke Kabupaten Bulukumba) TA 2020 dengan nilai proyek Rp7,1 miliar.
KPK menetapkan Nurdin Abdullah sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait proyek infrastruktur dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto, dan gratifikasi dari beberapa kontraktor lain.
Dalam kasus ini, Agung Sucipto juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap bersama Sekretaris Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov Sulsel, Edy Rahmat, juga menjadi sebagai tersangka.
Edy diduga berperan sebagai perantara suap dari Agung ke Nurdin Abdullah.
Sebagai pihak yang diduga menerima suap dan gratifikasi, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara Agung selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sempat Viral Saat Sidang Pansus DPRD Sulsel
Nama Agung Sucipto pernah viral khususnya di Sulsel, ketika mantan Kepala Biro Pembangunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Jumras memberikan keterangan pada saat sidang Pansus Hak Angket DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Selasa (9/7/2019).
Jumras dalam sidang itu menceritakan, dua pengusaha bernama Agung Sucipto dan Ferry T menemui dirinya supaya bisa dimenangkan dalam tender proyek.
Namun, kala itu Jumras mengaku, jika dirinya meminta kedua pengusaha itu untuk ikut lelang saja.
Namun, setelah pertemuan itu, Jumras mengakui pernah dipanggil ke Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, 20 April 2019.
Menurut Jumras, dalam pertemuan itu, Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah mengungkapkan, dirinya dicopot karena meminta fee.
“Saya bilang, saya terima ini pencopotan. Pak Agung bilang ke saya, Pak Gubernur dibantu Rp 10 miliar saat Pilkada,” kata Jumras menceritakan kejadian saat bertemu gubernur NA.
Masih dalam sidang hak angket selanjutnya, pada pada Senin (15/7/2019), data tender yang didapatkan oleh tim Pansus Angket Gubernur Sulsel, pemenang proyek ruas jalan itu PT Putra Utama Global milik Hartawan, dan bukan PT Agung Perdana Bulukumba.
Jumras pun mengaku sudah tidak mengetahui terkait pemenang tender ini, karena terlebih dahulu dipecat oleh Gubernur dari jabatannya. “Saya tidak tahu siapa, saya tidak ikut perkembangan,” tutur Jumras, pada sidang hak angket, Senin (15/7/2019).
Penjelasan Gubernur Sulsel Soal Jumras
Gubernur Nurdin Abdullah menjelaskan alasan pencopotan Kepala Biro Pembangunan Setda Pemprov Sulsel Jumras, pada Sidang Hak Angket yang digelar DPRD Sulsel pada Jumat (2/8/2019). Nurdin menyebutkan, pencopotan Jumras didasarkan pada rekomendasi KPK. Dalam laporan KPK, Jumras terbukti melakukan praktek gratifikasi dengan menetapkan fee sebesar 7,5 persen untuk setiap proyek. Praktek ini telah Jumras lakukan sejak ia menduduki jabatan Kepala Dinas PU.
“Saya buka saja Ketua. Sebenarnya rentetannya dari awal. Beliau sejak jadi Kadis PU, terus membawa data-data kegiatan (peserta tender proyek) ke saya. Berkali-kali minta petunjuk (saya) siapa dikasih menang?” ungkap Gubernur Nurdin.
Atas fakta ini, Gubernur Nurdin pun menyebutkan dirinya telah berkali-kali mengingatkan Jumras agar berhenti mempermainkan tender proyek untuk mendapatkan fee yang belakangan diketahui nilainya 7,5 persen dari nilai proyek. “Saya sudah sampaikan, jangan masuk ke wilayah itu. Dan itu berkali-kali. Setelah jadi Kabiro Pembangunan, dia bawa lagi (data peserta tender proyek),” papar Gubernur.
Puncak dari permasalahan gratifikasi yang dilakukan Jumras adalah pertemuan Gubernur dengan dua pengusaha Anggu Sucipto dan Ferry di pesawat saat pergi ke Jakarta.
“Mereka bilang, Pak Gubernur kok jadi berubah di provinsi? Kok berbeda ya dengan saat Bapak di Bantaeng? Di provinsi kami harus menyelesaikan sesuatu yang diberikan (fee 7,5 persen),” papar Gubernur.
Gubernur Nurdin Abdullah menyarankan kedua pengusaha tersebut melakukan laporan tertulis perihal fee yang dibebankan kepada mereka. “Saya bilang, supaya tidak jadi fitnah, sebaiknya dilaporkan secara tertulis,” jelas Gubernur Sulsel.
Sebelumnya, terkait dengan surat kedua pengusaha tersebut, Mulawarman ipar Jumras yang juga merupakan wartawan senior, telah membagikan fotokopi surat Anggu (Agung Sucipto) Direktur PT Agung Perdana Bulukumba yang menjadi bukti menjadi kontraktor langganan Pemkab Bantaeng selama 10 tahun.
“Gubernur tidak bisa membantah bahwa dia tidak pernah bertemu atau tidak mengenal Anggu. Surat ini bukti nyata, dan bisa menjadi bukti kalau Anggu datang atau menemui Jumras untuk meminta proyek,” kata Mulawarman mengungkapkan, di Warkop Dg Sija Mall Pannakukang, (12/7/2019) sore.
Berdasarkan surat itu, menurut Mulawarman membuktikan Anggu dan Feri pernah beberapa kali mendatangi Jumras dan meminta 3 proyek ruas jalan di Soppeng, Sinjai-Bulukumba dan Palopo.
“Anggu minta proyek, tetapi ditolak oleh Jumras. Karena ditolak Jumras, menyuratlah Anggu ke Gubernur melapor bahwa Jumras tidak mau memberikan proyek itu, karena Jumras minta fee,” jelas Mulawarman.
Lebih lanjut menurut Mulawarman, sesuatu yang gila, jika Jumras menolak kontraktor langganan Gubernur Nurdin Abdullah selama 10 tahun di Bantaeng, lalu meminta fee 7,5.
“Ipar saya bilang, bunuh diri saya dek. Kalau saya menolak kemudian minta fee langsung kemereka, sementara mereka datang menemui saya dengan mengatasnamakan Pak Gub,” kata Mulawarman mengutip pengakuan Jumras.
Rekam Jejak Perusahaan Milik Agung Sucipto
Bertempat di Ruang Sidang KPPU Kantor Perwakilan Daerah Jalan Urip Sumoharjo Makassar, Selasa (19/2/2019), sidang Perkara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap dugaan persekongkolan pada dua paket tender jalan di Kabupaten Bantaeng berlangsung.
Ini mengenai Perkara No 16/KPPU-I/2018 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 UU No. 5/1999 terkait Pekerjaan Pemeliharaan Berkala Jalan Bateballa-Jatia CS pada Satker Dinas PU dan Penataan Ruang Kabupaten Bantaeng Tahun Anggaran 2017.
“Para terlapor adalah PT Agung Perdana Bulukumba, PT Yunita Putri Tunggal, dan PT Nurul Ilham Pratama. Dengan dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No 5/1999 dengan nilai HPS Rp 44.413.000.000,” kata anggota majelis, Guntur S Saragih usai sidang dalam siaran pers KPPU Makassar, Selasa (19/2/2019), dilansir Koran Seruya dari laman smartcitymakassar.com.
Selain itu, perkara No. 17/KPPU-I/2018 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 UU No 5/1999 terkait Tender Peningkatan Jalan Kampung Bakarra-Sabbannyang pada Satker Dinas PU dan Penataan Ruang Kabupaten Bantaeng Tahun Anggaran 2018, dengan nilai HPS Rp. 32.303.000.000.
Dalam LDP terhadap kedua perkara tersebut, Investigator menyampaikan adanya indikasi yang kuat tentang telah terjadinya persekongkolan tender secara horisontal atau antar sesama peserta tender yang menjadi Terlapor dalam perkara ini.
Persekongkolan tersebut dilakukan oleh para Terlapor untuk mengatur dan/atau menentukan pemenang tender dimana PT Agung Perdana Bulukumba menjadi pemenang dalam paket lelang yang menjadi objek baik dalam Perkara No. 16/KPPU-I/2018 maupun Perkara No. 17/KPPU-I/2018.
Sedangkan PT Yunita Putri Tunggal dan PT Nurul Ilham Pratama diduga kuat keikutsertaanya hanya sebagai pendamping.
“Atas adanya indikasi persekongkolan tersebut, Investigator merekomendasikan perkara tersebut untuk dapat dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan,” kata Guntur
Soal PT Agung Perdana, sejumlah mahasiswa asal Sulsel, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengambil alih kasus yang ditangani oleh pihak polisi dan kejaksaan di Bantaeng. Desakan itu disampaikan saat mahasiswa wa Anti Korupsi Sulsel (AMAK-SS) berunjuk rasa di depan kantor KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan Jumat (6/4/2018).
Koordinator Lapangan Aksi, Yudha Jaya bahkan menjelaskan secara rinci proyek indikasi korupsi di Bantaeng. “Indikasi korupsi di Kabupaten Bantaeng itu sangat besar, mengingat banyaknya mega proyek yang diduga tidak sesuai prosedur. Diantaranya adalah proyek pengaspalan jalan ruas Kampung Bakara-Sabbanyang yang di kerjakan oleh PT. Agung perdana bulukumba senilai 32 milyar Tahun Anggaran 2018,” kata Yudhan Jaya.
“Proyek ini diduga tidak melakukan lelang anggaran konsultan, yakni 2 persen dari nilai anggaran fisik,” sambungnya.
Dugaan Korupsi di Bantaeng
“Selain itu, ada 16 item proyek yang turut dilaporkan ke KPK yang diduga ada indikasi korupsi di Bantaeng. diantaranya proyek Perpipaan Batu Massong, Alih fungsi UPTD Pariwisata menjadi Hotel Marina, penimbunan pantai seruni, PLTMH Sungai Jambi, Pembangunan pasar rakyat Ulu Ere, beasiswa dana bansos, proyek rest area perbatasan. Selanjutnya, alih fungsi (Pengsertifikatan) hutan lindung kawasan Gunung Lompo Battang menjadi hak milik, Pencetakan sawah gantarang keke,” kata Yudhan Jaya, masih di depan KPK, melansir
Daftar Perusahaan milik AS
PT. Agung Perdana Bulukumba
Alamat: Jalan Gajah Mada No.38, Loka, Ujung Bulu, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan 92518
Resort Hakuna Matata
Alamat: Jalan Bontobahari, Bira, Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan 92571
Telepon: 0813-8322-1291
Penginapan / resort milik AS yang terkenal di Bulukumba(*)