OPINI: Produksi Padi Palopo Turun, Namun Harga Beras Stabil di Tahun 2020

330
ADVERTISEMENT

OPINI–Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palopo mencatat produksi Padi (Gabah Kering Giling (GKG)) Palopo pada tahun 2020 sebesar 17 ribu ton.

Realisasi tersebut turun 16 persen dari tahun 2019 yaitu sebesar 20,3 ribu ton. Walaupun terjadi penurunan produksi padi, harga beras cenderung terjaga dan stabil, hanya mengalami kenaikan harga/inflasi sebesar 0,92 persen pada tahun 2020, tidak memiliki andil yang signifikan terhadap inflasi Kota Palopo.

ADVERTISEMENT

Hal ini disebabkan kebutuhan beras masih dapat ditopang oleh impor dari daerah penyangga yang memiliki potensi pangan, sehingga tidak terjadi kelangkaan.

Sejalan dengan produksi, luas panen juga mengalami penurunan, dari 3,2 ribu hektar pada tahun 2019 menjadi 3 ribu hektar tahun 2020. Produktivitasnya pun ikut menurun, dari 64,17 di tahun 2019 menjadi 57,56 pada tahun 2020.

ADVERTISEMENT

Untuk menghitung produksi beras digunakan konversi dari berat GKG. Sehingga didapatkan produksi beras Kota Palopo 11,6 ribu ton pada tahun 2019 menurun menjadi 9,7 ribu ton tahun 2020.

Pola produksi padi tertinggi tahun 2020 terjadi pada bulan Mei dan Oktober yaitu sebesar4,7 ribu ton dan 9,7 ribu ton. Begitu pula pada tahun 2019, produksi padi tertinggi pada bulan Mei dan Oktober yaitu sebesar 4,9 ribu ton dan 5,6 ribu ton.

Dapat diartikan bahwa pada bulan-bulan tersebut lebih banyak petani yang panen daripada di bulan lain. Hal ini disebabkan karena puncak panen terjadi pada bulan tersebut.

Pada tahun 2020, menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, rata-rata konsumsi beras per orang (kapita) sebulan adalah 6,22 kilo gram.

Dengan jumlah penduduk Kota Palopo hasil Sensus Penduduk 2020 sebesar 184.681 jiwa maka dalam satu tahun dibutuhkan 13,8 ribu ton. Sehingga, pada tahun 2020 masih defisit sebesar 4,1 ribu ton.

Kekurangan tersebut dapat dipenuhi oleh impor dari kabupaten penyangga yang memiliki potensi pertanian, sehingga tidak mengalami kelangkaan dan harga tetap terjaga dan stabil.

Data luas panen diperoleh dari hasil pengamatan survei Kerangka Sampel Area (KSA) yang bersifat objective measurement menggantikan metode eye estimate yang bersifat subjective measurement.

Pengumpulan data produktivitas melalui Survei Ubinan serta perbaikan nilai konversi gabah kering panen (GKP) menjadi GKG serta konversi GKG ke beras melalui Survei Konversi Gabah ke Beras (SKGB).

Dilihat dari struktur ekonomi, di Kota Palopo kontribusi lapangan usaha pertanian, perkebunan dan perikanan hanya 16,85 persen dari total perkonomian Palopo.

Oleh karena itu tidak menjadi persoalan jika impor dari daerah lain karena fokus perekonomian Palopo bukan pada produksi pertanian.

Untuk lapangan usaha yang memiliki peranan terbesar dalam perekonomian adalah Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor yaitu sebesar 24,47 persen.

Selama 20 tahun terakhir, Indonesia selalu melakukan impor beras dari negara lain. Menurut data BPS, tahun 2020 impor beras Indonesia secara kumulatif sebesar 356,3 ribu ton.

Untuk mewujudkan swasembada pangan, perlu dilakukan diversifikasi makanan pokok.

Karbohidrat didapat bukan hanya dari beras saja, namun bisa dari umbi-umbian, jagung, sagu, dsb.

Di Palopo sudah mengunakan sagu untuk sumber karbo lain untuk dibuat makanan khas yaitu kapurung. Namun perlu diexplore lagi makanan pokok yang terbuat selain dari nasi dan sagu.

Upaya nyata dapat dimulai dari masyarakat yang mengubah mindset untuk kenyang dan makan berat bukan hanya dengan nasi.

Selain itu, pemerintah bersama bulog juga perlu berinovasi dan menawarkan produk makanan pokok yang terbuat dari pangan lokal selain beras. Dalam penciptaan inovasi produk pangan tersebut fokusnya ditambah, dari yang hanya mengenyang namun juga baiknya menyehatkan.

Hal tersebut dilakukan agar membuat permintaan beras turun sehingga Indonesia bisa swasembada tanpa impor beras lagi.

*) Ditulis oleh: Salmiati Baso SP (ASN BPS Kota Palopo)

ADVERTISEMENT