PALOPO — Ranperda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palopo tahun 2018-2023 sudah ditetapkan menjadi perda pada Rabu (20/3/2019) sore.
Hanya saja, perda tersebut menuai polemik. Sesuai aturan tata tertib anggota DPRD, rapat paripurna pengambilan keputusan itu harusnya dihadiri minimal 15 anggota DPRD Palopo. Tapi kenyataannya hanya dihadiri 14 orang.
Bahkan rapat yang awalnya dijadwalkan pada pukul 10.00 wita itu ditunda karena tidak kuorum, hanya 10 legislator yang hadir. Setelah ditunda beberapa jam, tetap tidak kuorum. Rapat tetap dilaksanakan.
BACA BERITA TERKAIT :Tetap Tak Kuorum, DPRD Palopo Paksakan Rapat Paripurna
Pengamat politik Palopo, Syafruddin Djalal menilai segala yang dihasilkan dalam rapat paripurna itu menurut hukum tidak mengikat karena dipandang tidak pernah ada.
“Apapun kebijakan yang lahir, tidak sah. Dan jika berdampak pada anggaran adalah korupsi,” kata mantan Ketua Panwaslu Palopo itu Kamis (21/3/2019).
Sebelum diketuk palu, perda RPJMD sempat menuai sorotan dari legislator Gerindra, Budirani Ratu dalam rapat.
Sorotan itu berawal dari pimpinan DPRD yang meminta persetujuan anggota DPRD untuk menyetujui ranperda menjadi perda.
“Bagaimana kita mau sampaikan pendapat. Ada tahapan yang tidak dilalui dalam ranperda ini yakni pandangan fraksi terhadap laporan hasil pembahasan. Jadi bagaimana kita mau sampaikan pendapat,” katanya.
Ia bahkan meminta agar pandangan fraksi yang termuat dalam laporan hasil pembahasan RPJMD agar dihilangkan.
“Kalau bisa ini dihapus karena tidak ada rapat pandangan fraksi,” tandasnya.
Setelah sempat menuai polemik, ranperda RPJMD kemudian diketuk palu oleh pimpinan DPRD.
Penandatanganan dilakukan oleh wawali Palopo, Rahmat Masri Bandaso dan Wakil Ketua I, Hasriani.(asm)