Usai Ikuti Webinar Nasional, Bappeda Palopo Persiapkan Langkah Terpadu Atasi Stunting

132
Sekretaris Bappeda Palopo Henri SE dan Kepala Bidang Ekonomi,Sosial dan Pemerintahan Umum, Drs Bambang Sirasaputra. (Foto: Iccank/Koran Seruya)
ADVERTISEMENT
PALOPO–Kota berpenduduk 184.681 jiwa, kota yang mendapat julukan kota idaman, kini semakin berbenah memperkecil angka balita yang menderita kurang gizi atau yang belakangan populer dengan istilah baru: stunting.
 Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan terus melakukan langkah koordinatif antarlembaga atau Perangkat Daerah maupun dengan Pemprov Sulsel dan Pemerintah Pusat. 
 Diantaranya dengan mengikuti arahan-arahan terkait langkah teknis penanggulangan stunting lewat Webinar baru-baru ini di aula Bappeda kota Palopo oleh penanggungjawab dan tim pengendali stunting dari Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kota Palopo.
 Kepala Bappeda, Raodatul Jannah SSos, melalui Kepala Bidang Ekonomi,Sosial dan Pemerintahan Umum Bappeda kota Palopo Drs Bambang Sirasaputra mengatakan, setiap daerah perlu memahami arah kebijakan DAK dalam penurunan stunting tahun 2022, karena DAK, khususnya DAK Fisik, pengalokasiannya berdasarkan usulan dari kabupaten/kota. 
 “Ketidaksiapan daerah dalam proses dan persyaratan pengusulan akan menyebabkan DAK tidak bisa dialokasikan ke daerah.
 Oleh sebab itu, Setwapres bekerjasama dengan Kemenkeu, Bappenas, dan Kemendagri didukung TP2AK mengadakan webinar “Sosialisasi Arah Kebijakan DAK, DID, dan APBD Tahun Anggaran 2022 untuk Percepatan Penurunan Stunting”,” kata dia. 
“Topik ini diharapkan dapat memberikan penjelasan langsung kepada pemerintah daerah untuk dapat memanfaatkan DAK secara lebih optimal, khususnya DAK Fisik dan Non Fisik dalam pelaksanaan program percepatan penurunan stunting,” imbuhnya saat menjelaskan maksud digelarnya webinar tersebut.
 Webinar digelar selama dua hari berturut-turut sejak 24-25 Mei 2021 lalu di Aula Bappeda Palopo.
Adapun para pemateri antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala BKKBN, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas.
Lalu, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Plt Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, dan terakhir dari Kepala Badan Ketahanan Pangan dari Kementerian Pertanian.
Di kota Palopo sendiri, dari angka 687 kasus stunting yang ada, kecamatan Wara Selatan menjadi kecamatan yang terbanyak dengan jumlah kasus 163 disusul kecamatan Bara dengan 138 kasus dan Telluwanua 96 kasus.
Sementara Perangkat Daerah yang terlibat dalam penanganan stunting di kota idaman ini, diantaranya Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB), Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Kemenag, Dinas P3A, Ketahanan Pangan, dan Dinas Pertanian Peternakan dan Perkebunan.

Menkeu Rogoh Kocek 40 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyiapkan dana senilai Rp40,33 triliun untuk mengatasi masalah stunting atau gizi kronis pada anak di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.
Jumlahnya meningkat tipis dari Rp39,8 triliun pada APBN 2020.
“Kami berharap anggaran yang besar tentu menghasilkan manfaat nyata dan signifikan dalam mengurangi stunting bagi anak-anak Indonesia,” ujar Ani, sapaan akrabnya di acara Webinar Sosialisasi Arah Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID), dan APBD 2022 secara virtual, Senin (24/5).
Ani merinci alokasi itu terdiri dari anggaran dari kementerian/lembaga mencapai Rp32,98 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Rp7,35 triliun. Dari anggaran stunting di kementerian/lembaga, dana dibagi menjadi dana untuk intervensi spesifik, sensitif, dan dukungan koordinasi.
Sementara untuk TKDD terbagi menjadi DAK Fisik, DAK Non-fisik, hingga DID. Dana ini digunakan untuk bantuan operasional penyelenggaraan PAUD, program bagi ibu hamil, dan lainnya.
Kendati begitu, bendahara negara memberi catatan bahwa program stunting antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (pemda) kadang masih kurang sejalan.
Hasilnya, penurunan tingkat prevelensi stunting di Indonesia belum signifikan.

Pada 2019, angka prevelensi stunting Indonesia berada di kisaran 27,7 persen. Padahal, pemerintah ingin mengejar target angka prevelensi stunting hanya 14 persen pada 2024.

“Angka ini (27,7 persen) peringkat kedua terbawah di Asia Tenggara dan peringkat ke-35 di dunia,” ucapnya.

ADVERTISEMENT

Untuk itu, ia meminta kementerian/lembaga dan pemda segera menyinkronkan program-programnya dalam rangka menurunkan stunting. Khusus bagi pemda, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu meminta agar pemda juga menggunakan TKDD-nya untuk penurunan stunting.

“Peran pemerintah daerah sangat penting untuk terus mendorong program stunting sebagai prioritas utama, dan kepada gubernur, wali kota, bupati agar dapat memberikan arahan kepada seluruh dinas dan organisasi perangkat daerah untuk memahami, mengenali, dan berkomitmen untuk menangani stunting ini,” katanya.

ADVERTISEMENT

Ani mengatakan penggunaan anggaran untuk penurunan stunting sangat penting karena prevelensinya berpotensi naik karena tekanan pandemi covid-19. Sebab, pandemi menimbulkan masalah kesehatan dan ekonomi, termasuk dalam hal kemampuan memenuhi kebutuhan standar gizi anak.

“Pandemi covid juga hambat kegiatan pencegahan stunting dengan terganggunya layanan kepada masyarakat akibat social and physical distancing di Posyandu, kelas ibu hamil, Bina Keluarga Balita (BKB), dan PAUD semuanya alami hambatan,” jelasnya.

Selain itu, pandemi juga menghambat akses pangan terhadap produksi dan distribusi pangan, penurunan daya beli masyarakat terhadap pangan bergizi, hingga meningkatkan angka kemiskinan.

Sementara itu, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden Suprayoga Hadi mengatakan, sejak tahun 2018, pemerintah telah mengalokasikan DAK untuk mendukung percepatan penurunan stunting baik itu DAK fisik maupun DAK nonfisik.

Dijelaskan Suprayoga, untuk DAK fisik, beberapa bidang yang terkait dengan stunting di antaranya adalah DAK Kesehatan, DAK Sanitasi, dan DAK Air Minum. Sementara untuk DAK nonfisik, beberapa bidang yang terkait adalah DAK Kesehatan, DAK Keluarga Berencana, dan DAK Pendidikan Anak Usia Dini.

Pemerintah juga menyediakan DAK nonfisik khusus untuk mendukung konvergensi percepatan penurunan stunting di daerah, melalui BOK Kesehatan.

Namun, lanjut dia, berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan terkait dengan pemanfaatan DAK di tahun 2020, diketahui bahwa banyak daerah yang belum memanfaatkannya secara optimal untuk stunting.

Untuk DAK fisik, beberapa daerah tidak menyampaikan usulan. Bahkan daerah yang sudah mengusulkan pun, seringkali tidak dapat merealisasikan secara optimal.

Berdasarkan evaluasi tersebut, dari 260 kabupaten/kota prioritas stunting tahun 2020, terdapat 102 kabupaten/kota yang tidak memanfaatkan DAK bidang Air Minum dan 111 kabupaten/kota tidak memanfaatkan DAK bidang Sanitasi.

Sedangkan untuk DAK Bidang Kesehatan, masih terdapat 58 kabupaten/kota tak memanfaatkan DAK Sub Bidang Antropometri dan 89 kabupaten/kota belum memanfaatkan DAK Sub Bidang Keluarga Berencana (KB).

DAK Sub Bidang TFC (Therapeutic Feeding Center atau Pusat Pemulihan Gizi (PPG) menjadi sub bidang yang paling sedikit dimanfaatkan karena baru digunakan oleh 38 dari 260 kabupaten/kota.

Sementara itu, untuk DAK nonfisik yang secara khusus disediakan untuk mendukung konvergensi penurunan stunting, berdasarkan evaluasi yang dilakukan, ternyata di banyak daerah pemanfatannya hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Padahal dana BOK Kesehatan seharusnya dapat digunakan untuk mendukung kegiatan konvergensi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait stunting.

“Oleh karena itu, melalui forum ini saya meminta agar pemerintah daerah dapat betul-betul memanfaatkan alokasi DAK yang sudah disediakan untuk mendukung percepatan penurunan stunting,” kata Suprayoga.

Selain DAK, tambah Suprayoga, pemerintah juga menjadikan percepatan penurunan stunting sebagai salah satu indikator dalam pemberian Dana Insentif Daerah (DID). Diharapkan daerah menjadikan hal tersebut sebagai motivasi untuk dapat menujukkan kinerjanya dalam melakukan percepatan penurunan stunting.

“Untuk 154 kepala daerah yang menjadi lokasi prioritas pada tahun 2022, kami berharap agar bapak dan ibu juga mempunyai komitmen yang kuat untuk melakukan percepatan penurunan stunting,” pungkasnya.

(*)
ADVERTISEMENT