Malili – Umar Aras warga Wawondula, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, keluhkan pengurusan sertifikat tanah miliknya tidak diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional/Agraria dan Tata Ruang (BPN/ATR) Luwu Timur.
Aras berdalih jika penerbitan sertifikat lahan miliknya dipersulit dengan alasan masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Alasannya masuk RTRW sehingga sertifikat tanah (lahan-red) tidak bisa diterbitkan oleh BPN,” kata Aras, Rabu (7/7/202).
Dengan alasan itu, Aras mengaku lahan yang berada di sekelilingnya itu telah memiliki sertifikat sehingga dirinya mempertanyakan hal tersebut.
“Ok kalau memang masuk RTRW saya terima, tapi kenapa lahan saya yang berada di tengah tidak bisa diterbitkan sertifikat sementara dikeliling saya itu sudah ada sertifikatnya diterbitkan,” tanya Aras.
Sementara itu, Kepala Seksi Penataan BPN Luwu Timur, Indriani mengaku jika tidak ada niat BPN untuk menolak menerbitkan sertifikat masyarakat selama memenuhi syarat dan tidak melanggar aturan.
Sehubungan dengan RTRW atau yang pola ruangnya adalah masuk kawasan hutan di wilayah tersebut, lahan yang telah memiliki sertifikat bisa saja sudah ada sebelum peraturan RTRW dibuat.
“Yang perlu di pahami yang kami pending adalah permohonan pendaftaran pertama kali atas tanah-tanah yang belum memiliki hak atas tanah atau yang belum bersertifikat. Kalau tanah yang sebelumnya sudah terbit sertifikatnya atau dalam hal ini pemisahan maka kami tetap mengacu pada sertifikat yang sudah terbit sebelumnya,” respon Indriani, Kamis (8/7/2021).
Terkait dengan adanya sertifikat yang telah terbit, yang menurut pemohon masuk dalam RTRW pola ruangnya kawasan hutan, bisa saja sertifikatnya terbit sebelum Perda RTRW.
“Kami tidak tau tapi kan itu sudah terbit ceritanya apakah pertimbangan pejabat sebelumnya (Kepala BPN sebelum Muh. Syukur-red), seperti apa. Apakah waktu itu RTRW nya lain. Yang jelas ketika sertifikat sudah terbit itu yang kami lanjutkan,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa BPN tidak dapat menerbitkan sertifikat jika tanah tersebut tidak sesuai dengan RTRW daerah apalagi jika RTRW pola ruangnya kawasan hutan.
“Yang kami pending itu tanah-tanah yang belum ada hak atas tanahnya, yang RTRW nya menurut Perda RTRW Kabupaten Luwu Timur No. 7 tahun 2011 berada pada pola ruang kawasan hutan,” ungkapnya
Indriani juga mendambakan bahwa penerbitan sertifikat bisa dilakukan jika Pemerintah Kabupaten Luwu Timur mengeluarkan surat rekomendasi yang berdasarkan Perda RTRW nomor 7 tahun 2011.
“Tapi kalau Pemkab dalam hal ini dari TIM Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) Luwu timur mengeluarkan berupa surat keterangan kesesuaian tata ruang bahwa lokasi yang RTRW nya masuk dalam pola ruang kawasan hutan berdasarkan Perda RTRW 7 tahun 2011 Itu boleh disertifikatkan maka kami bisa melanjutkan,” bebernya.
(Rah)