ANGIN segar bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja atau kena PHK. Kementerian Ketenagakerjaan berencana merilis program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam waktu dekat. JKP ini diberikan kepada para pekerja yang terkena PHK. Dengan program ini, pekerja yang terkena PHK tidak perlu lagi menunggu pencairan Jaminan Hari Tua atau JHT setelah peserta BPJS Ketenagakerjaan berusia 56 tahun.
Ya, seperti diketahui, kebijakan pencairan JHT setelah pekerja berusia 56 tahun, menuai protes dari berbagai kalangan. Termasuk menimbulkan beragam spekulasi di kalangan buruh. Salah satunya, dana JHT dinilai sebenarnya tidak ada. Tak ayal, pemerintah mengatur dana untuk menjamin kesejahteraan pegawai atau buruhdi hari tua itu hanya bisa dicairkan secara penuh di usia 56 tahun.
Pendapat tersebut dilontarkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. Dia mengungkapkan kebijakan baru yang mengatur pencairan manfaat JHT setelah peserta BPJS Ketenagakerjaan berusia 56 tahun menimbulkan beragam spekulasi di kalangan buruh. “Maka spekulasi timbul di internal, hampir di semua buruh, jangan-jangan uang itu tidak ada, kalau selalu ada kenapa harus ditunda pembayarannya sampai 56 tahun,” kata dia, kemarin.
Tak hanya itu, Said mengatakan JHT sendiri berasal dari iuran pegawai dan perusahaan terkait. Artinya, tidak ada uang pemerintah di sana. JHT merupakan tabungan sosial dari pekerja sehingga dapat diambil ketika pegawai berhenti bekerja. Termasuk jika mereka pensiun dini.
Secara terpisah, pakar kebijakan publik merangkap CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat memperkirakan perubahan aturan pencarian JHT dapat menahan sekitar Rp387,45 triliun iuran pekerja di BPJS Ketenagakerjaan.
Tak heran, muncul dugaan perubahan kebijakan itu dilakukan untuk mengatasi keterbatasan likuiditas pemerintah atau akan diinvestasikan lain untuk proyek-proyek infrastruktur.
Tapi, sabar dulu. Rupanya, pemerintah menyiapkan program yang disebut JKP bagi pekerja yang kena PHK. Apa itu program JKP?
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah membeberkan program JKP tersebut, bahwa program ini diberikan untuk pekerja yang kena PHK. “Pemerintah juga punya program baru perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk teman-teman yang ter-PHK yaitu jaminan kehilangan pekerjaan tanpa adanya penambahan iuran baru dari pekerja,” kata Ida, kemarin.
Menurut Ida, iuran program ini dibayar oleh pemerintah setiap bulannya. Bahkan pemerintah telah mengucurkan dan awal sebesar Rp 6 triliun untuk program JKP. “Perlu saya ulang, program JKP ini adalah perlindungan sosial ketenagakerjaan baru yang memang selama ini belum pernah ada,” jelas Ida.
JKP ini khusus untuk mengcover risiko PHK para pekerja. Ada beberapa macam program bantuan yang diberikan pemerintah untuk pekerja yang mengalami kesulitan dalam kondisi tertentu. Selain itu, korban PHK tak perlu mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT), karena sudah ada JKP.
Ida Fauziyah mengatakan, pemerintah telah mempertimbangkan berbagai macam perkembangan program jaminan sosial. Manfaat program JKP selain uang tunai adalah akses informasi pasar kerja, melalui pasker.id yang di-launching Desember 2021, dan pemerintah juga menyiapkan pejabat fungsional mediator yang menangani perselisihan dalam industrial. Lalu pejabat fungsional untuk asesmen dan konseling.
Selain itu juga disiapkan lembaga pelatihan yang terpercaya dan profesional serta program pelatihan yang tepat dan sesuai dengan lowongan dan pasar kerja yang tersedia. “Sehingga mengantarkan peserta kembali pekerjaan dan semua JKP tersebut untuk memastikan pekerja yang di PHK bisa melanjutkan hidupnya dan persiapkan untuk bekerja kembali,” terang Ida.
Ida menambahkan untuk para pekerja yang di PHK yang ingin berwirausaha, pemerintah memiliki skema bantuan usaha seperti program tenaga kerja mandiri dari Kementerian Ketenagakerjaan. Lalu program kartu prakerja yang tahun lalu diprioritaskan untuk pekerja yang mengalami PHK. “Lalu ada bantuan kredit usaha rakyat dan bantuan untuk usaha mikro,” tutur Ida.
Terkait dengan polemik Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang pencairan JHT atau Jaminan Hari Tua di usia pensiun 56 tahun, pemerintah perlu sampaikan untuk korban PHK telah menyiapkan bantalan kebijakan JKP atau Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Menurut Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Transport Seluruh Indonesia (FSPTSI)-KSPSI, HM Jusuf Rizal, pemerintah perlu menjelaskan dan mensosialisasikan bahwa pemerintah telah menyiapkan program JKP jika terjadi PHK atau Kehilangan Pekerjaan. “Tentu pemerintah memiliki dasar yang cukup untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada kepentingan Pekerja dan Buruh sebagaimana UU yang telah mengaturnya, termasuk merevisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022” tegas dia.
Menurutnya, kelemahan pemerintah sehingga jadi pro dan kontra, tidak melakukan sosialisasi dengan baik terhadap program JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) akibat dampak tsunami Pendemi Covid-19 sebagai backup dampak PHK dan Kehilangan Pekerjaan.
Jika berdasarkan data yang diperoleh dari BPJS Ketenagakerjaan, klaim JHT mayoritas banyak dilakukan pekerja yang nilainya antara Rp. 2-3 juta. Berbeda dengan yang telah bekerja diatas 20 tahun lebih.
Karena itu, lanjut Jusuf Rizal tidak beralasan juga, jika pekerja menolak pencairan saat masa pensiun 56 tahun agar nanti mampu menikmati hasil kerjanya saat purna kerja. Itu bentuk proteksi pemerintah untuk masa depan para pekerja.
Bagaimana yang terkena PHK? Pemerintah telah siapkan JKP untuk mengcover mereka yang terkena PHK. Nilainya justru lebih besar dari rata-rata klaim JHT yang hanya Rp.2-3 juta. Pemerintah telah siapkan Rp.5 jt hingga enam bulan untuk peningkatan kompetensi para pekerja dan buruh. “Jadi jika ada penolakan JHT hingga 56 Tahun masa pensiun dengan alasan untuk modal PHK atau kehilangan pekerjaan, justru tidak signifikan. Uang Rp.2-3 jt mau pakai modal usaha apa hari gini,” tegas Jusuf Rizal.
Justru melalui program JKP sebagai backup bagi para pekerja PHK dan kehilangan pekerjaan menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberi perlindungan dan jaminan kesejahteraan bagi masa purna para pekerja dan buruh. Lewat program pelatihan, peningkatan kompetensi dan sertifikasi para pekerja dan buruh, diharapkan mampu meningkatkan kualitas para pekerja sesuai dengan perubahan, khususnya revolusi industri 4.0 yang dibutuhkan Pasar kerja.
Melalui program JKP sebagai bantalan kebijakan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 menunjukkan pemerintah hadir turut mengatur kesejahteraan para pekerja dan buruh agar masa purna kerja bisa sejahtera.
“Jadi menurut saya semestinya pemerintah mensosialisasikan secara masif JKP dan Permenaker 2 tahun 2022, agar ada pemahaman yang sama. Sebab saat ini yang dicerna masyarakat pekerja hanya informasi yang kurang utuh,” papar Ketua Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (PWMOI) dan Sekjen Perkumpulan Perusahaan Media Online Indonesia) itu.
Jusuf Rizal juga menambahkan, bahwa pencairan JHT usia pensiun 56 tahun tidak sepenuhya benar, karena bagi mereka yang ingin menarik uang untuk kebutuhan rumah dll, juga bisa mencairkan hingga 30%.
“Masukan dari FSPTSI adalah bagaimana pemerintah mengajak masyarakat pekerja untuk duduk beesama guna memberi pamahaman yang utuh agar kebijakan tersebut tidak ditanggapi secara sinis dan curiga,” tutur Jusuf Rizal yang juga Wakil Ketua Umum Bidang OKK KSPSI atau Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. (***)