Proyek Menara Payung dan Pusat Kuliner Souvenir Palopo Tak akan Bebani APBD, Ini Alasannya

1687
Edisi cetak KORAN SERUYA tanggal 26 November 2019
ADVERTISEMENT

PALOPO–Tim Pendamping Pengembangan Kawasan Wisata Lalebbata, Renaldi, mengatakan, rencana pembangunan menara pusat kuliner dan souvenir yang sudah diekspose di DPRD Palopo, sangat matang dan tidak asal-asalan. Sebab, selain menawarkan tiga alternatif desain dengan pembiayaan yang berbeda, pembangunan mega proyek Pemkot Palopo ini bukan sekadar membangun menara payung dan pusat kuliner semata.

Renaldi menyebutkan, di kawasan yang menjadi lokasi pembangunan, eks Luwu Plaza, akan dibangun puluhan ruko yang akan diperuntukkan bagi pelaku usaha kuliner dan souvenir, dimana nantinya ruko tersebut akan dipersewakan kepada masyarakat dengan sistem Hak Guna Bangunan (HGB) dengan masa kontrak berkisar 20-25 tahun.

ADVERTISEMENT

“Jadi, diperkirakan dalam hitungan tiga tahun berjalan, dana yang dipinjam bisa dikembalikan dari penyewaan ruko sistem HGB, dimana bank yang akan menalangi pembayarannya,” kata Renaldi.

Dengan begitu, kata dia, peminjaman dana untuk mendanai proyek pembangunan menara pusat kuliner dan souvenir ini tidak akan membebani APBD Palopo seperti yang dikhawatirkan banyak pihak.

ADVERTISEMENT

“Memang terlalu kecil kalau pengembalian dana pinjaman berhitung dari retribusi dan pajak saja, dari pelaku usaha kuliner dan souvenir saja. Tetapi, pengembalian pinjaman akan besar dari sewa ruko sistem HGB,” katanya.

Menurut Renaldi, sedikitnya 50-an unit ruko akan dibangun menyatu dengan menara pusat kuliner dan souvenir. Sesuai perhitungan, satu ruko sewa sistem HGB sekitar Rp1 miliar lebih, yang akan ditalangi bank. “Jadi, sewa ruko ini yang nantinya akan dipakai membayar pinjaman,” katanya.

Angka Rp103 miliar yang dikabarkan akan dipinjam Pemkot Palopo untuk mendanai proyek menara payung ini, tegas Renaldi, belum final.

“Kami juga kaget kalau sudah ada yang memastikan angka Rp103 Miliar. Padahal ini masih asumsi, masih sangat bisa bias. Ini masih feasibility study belum kita masuk ke Detail Engineering Desain (DED) baru bisa ketahuan angkanya,” kata Renaldi.

Saat ekspose di DPRD, Senin (25/11/2019) lalu, Renaldi memaparkan tiga alternatif desain didalam FS tersebut, masing-masing menghabiskan anggaran Rp103 Miliar untuk alternatif pertama, Rp95 Miliar untuk alternatif kedua, dan Rp35 Miliar untuk alternatif ketiga. “Jadi angka Rp103 Miliar itu belum final. Sebab, kita juga belum sepakati soal alternatif mana yang akan digunakan,” katanya.

Jika menyimak ekspose feasibility study mega proyek milik Pemkot Palopo ini, tampaknya pembangunan menara payung yang akan dijadikan landmark di Kota Palopo ini prosesnya masih panjang. Musababnya, pembahasan di tingkat Badan Anggaran DPRD Palopo sejauh ini masih alot. (cbd)

ADVERTISEMENT