BAGI kita, sekali lagi saya tekankan, status positif atau bukan itu tidak akan banyak berpengaruh pada rawatan pasiennya, tapi lebih cenderung pada bagaimana antisipasi penularannya, karena tentunya kita harus melakukan contact tracing, sehingga kita bisa dengan cepat mencari, menemukan dan mengisolasi, supaya tidak ada sumber penularan lagi di masyarakat yang semakin membuat tidak terkendalinya sebaran dari penyakit ini. Ini yang penting.
Apa yang dikatakan Juru Bicara Pemerintah RI untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, yang saya kutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan, www.kemenkes.go.id, mempertegas bahwa penularan covid-19 hanya bisa diputus rantai penyebarannya melalui upaya contact tracing atau penelusuran kontak. Contact tracing adalah cara manual atau masih bersifat tradisional, tapi cara ini tak bisa dihilangkan dan menggantinya dengan teknologi.
Chief Executive Director Program Darurat Kesehatan WHO, Michael J. Ryan, mengatakan, teknologi baru dapat melengkapi, bukan menggantikan cara tradisional. Menurut dia, upaya contact tracing covid-19 melalui rumah ke rumah tetap harus dilakukan. Ia mencontohkan negara seperti Korea dan Singapura yang menciptakan alat canggih dengan memanfaatkan teknologi bluetooth atau geofencing, tapi negara ini tetap melakukan contact tracing.
Menurutnya, teknologi bisa meningkatkan efisiensi tracing, tapi contact tracing adalah proses manusiawi yang tak bisa digantikan. Dengan contact tracing dapat menemukan kasus di masyarakat, sehingga petugas medis dapat melakukan pengawasan berbasis masyarakat pula, baik melalui telpon atau dengan mengetuk pintu rumah warga guna mencari tahu siapa yang kontak erat dengan kasus konfirmasi positif sebelumnya, sehingga masyarakat lainnya bisa menerima informasi untuk melindungi dirinya dan keluarganya.
Pandemi covid-19 menjadi masalah bersama yang harus ditangani secara bersama pula melalui sinergi dan kolaborasi antar-stakeholder. Sejatinya covid-19 tak boleh dipandang secara parsial, melainkan harus dilihat melalui kacamata kebersamaan. Saling menguatkan menjadi jargon pemantik untuk tidak saling menyalahkan. Saling melengkapi, bukan saling menyudutkan. Nah, bagaimana upaya Pemerintah Luwu Utara dalam penanganan covid-19?
Di awal tulisan ini, fokus saya adalah contact tracing. Melakukan upaya contact tracing berarti Gugus Tugas Penanganan Covid-19 itu bekerja. Tidak diam, dan tidak mendiamkan. Ada kasus positif, petugas langsung bergerak cepat melakukan contact tracing. Sampai saat ini per tanggal 9 Mei 2020, kasus positif covid-19 di Luwu Utara sudah mencapai 25 kasus. Namun sekali lagi, kita harus paham bahwa 25 kasus positif di Luwu Utara adalah kasus imported case.
Contact tracing adalah upaya bersama dalam rangka mengendalikan laju penyebaran virus corona. Konsep ini juga dilakukan di negara-negara maju, dengan dukungan teknologi pastinya. Konsep penelusuran kontak ini yang terus dilakukan Gugus Tugas Lutra, termasuk tentunya upaya antisipatif lainnya seperti memperketat penjagaan posko di perbatasan terhadap orang yang masuk ke Luwu Utara, dan membentuk Relawan Covid-19 di setiap desa.
Pemerintah Luwu Utara terus bekerja dalam rangka memutus mata rantai penyebaran covid-19. Tentu dengan harapan masyarakat tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah, seperti rajin mencuci tangan pakai sabun, memakai masker ketika bepergian, jaga jarak, menghindari perkumpulan, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, serta tetap tinggal di rumah. Lawan corona dengan cara itu, dan berteman dengan corona juga dengan cara itu, karena sampai saat ini vaksinnya belum ditemukan.
PENULIS: Lukman Hamarong
Kasubag Komunikasi Pimpinan Setda Luwu Utara