JAKARTA–DIREKTORAT Jenderal Pajak (DJP) atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan akan mengintegrasikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang akan diimplementasikan pada tahun 2023.
Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan, otoritas pajak telah membangun NPWP selama lebih dari 40 tahun. Namun, menurutnya demi kemudahan hal NPWP perlu digantikan dengan NIK saja agar menjadi satu identitas.
“Ini adalah kemudahan orang pribadi di Indonesia kalau daftar NPWP karena sudah mulai punya gaji, yang akan dikasih nanti NIK-nya saja, tidak dibuatkan NPWP seperti sekarang,” ujar Hestu pada acara media briefing DJP bertajuk Perkembangan Data Penerimaan Pajak Terkini dan Program Pengungkapan Sukarela, akhir pekan lalu.
Kendati begitu, Yoga masih belum bisa memastikan waktu tepatnya pemberlakuan NIK menjadi NPWP ini. Sebab, menurutnya masih menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur hal tersebut. “Lama-lama untuk yang sudah punya, secara bertahap akan diganti dengan NIK. Dikasih tahu sama DJP, sekarang Anda pakainya NIK aja. Nanti ada pemberitahuannya,” jelasnya.
Peralihan dari masyarakat yang sudah memiliki NPWP kepada NIK menurut Yoga akan dilakukan melalui pemberitahuan dari pihak Ditjen Pajak dan juga akan diatur dalam PMK.
Selain itu, Hestu memastikan penggunaan NIK sebagai ganti NPWP ini tidak membuat semua orang menjadi wajib pajak.
Menurutnya ini disebabkan masyarakat akan menjadi wajib pajak dan kewajiban membayar pajak ketika telah memiliki penghasilan di atas Rp 4,5 juta per bulan, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir. “Ini yang perlu kita garis bawahi, bahwa tidak semua yang punya NIK nanti harus membayar pajak. Konteksnya, ini adalah kemudahan orang pribadi di Indonesia kalau daftar NPWP karena sudah mulai punya gaji, yang akan dikasih nanti NIK-nya saja, tidak dibuatkan NPWP seperti sekarang,” pungkas Hestu.
Masih menurut Hestu, pergantian NPWP dengan NIK ini dilakukan untuk mempermudah integrasi data perpajakan dengan menggunakan data kependudukan. Nantinya wajib pajak yang baru mendaftar tidak akan diberikan NPWP, melainkan cukup menyebutkan NIK miliknya. Sementara yang telah memiliki NPWP, pada perjalannya juga akan diganti seluruhnya menggunakan NIK. “Pertama, yang belum punya, daftar, langsung kasih NIK, tapi tunggu PMK (Peraturan Menteri Keuangan) ya. Tapi lama-lama untuk yang sudah punya, secara bertahap akan diganti dengan NIK,” katanya.
“Suatu saat nanti entah kapan, yang lama akan benar-benar selesai perjalanannya. Penerapannya seperti itu. Ini untuk kemudahan dan kita sebagai institusi, kami yang sudah membangun NPWP 40 tahun lebih, tapi demi satu identitas kita mengorbankan NPWP sekarang kita pakai NIK,” lanjut Hestu.
Hestu memastikan, penggunaan NIK sebagai ganti NPWP juga tidak membuat semua orang menjadi wajib pajak. Sebab, mereka baru akan menjadi wajib pajak dan kewajiban membayar pajak ketika telah memiliki penghasilan di atas Rp 4,5 juta per bulan, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir. “Ini yang perlu kita garisbawahi, bahwa tidak semua yang punya NIK nanti harus membayar pajak. Konteksnya, ini adalah kemudahan orang pribadi di Indonesia kalau daftar NPWP karena sudah mulai punya gaji, yang akan dikasih nanti NIK-nya saja, tidak dibuatkan NPWP seperti sekarang,” katanya. (***)