KORANSERUYA.COM–Organisasi kesehatan dunia WHO mulai konsen menyikapi temuan virus baru bernama Virus Marburg yang dikhawatirkan akan menyebar ke berbagai penjuru dunia. Meski baru ditemukan di Guinea, namun WHO telah mengeluarkan peringatan kepada warga dunia agar mewaspadai jenis virus yang mirip dengan Ebola ini.
WHO juga mengklaim, virus jenis baru ini lebih ganas dari covid-19, yang saat ini telah menjadi persoalan serius kesehatan dunia akibat pandemi corona yang telah terjadi hampir dua tahunan. Sehingga, di tengah pandemi covid-19, WHO memperingatkan agar warga dunia patut mewaspadai Virus Marburg ini.
Melansir BBC News pada Jumat, 13 Agustus 2021, penyakit akibat virus Marburg bermula dari tubuh kelelawar pemakan buah dan menyebar ke manusia melalui transmisi di cairan tubuh. Virus itu menyebabkan penyakit serius yang bisa mengakibatkan demam dan gangguan pendarahan.
WHO melansir, saat ini sudah empat orang melakukan kontak dengan seorang laki-laki yang meninggal karena virus Marburg di Guinea. Bahkan saat ini, WHO telah mengutus sejumlah staf ke negara di Afrika Barat untuk membantu pihak berwenang menghentikan wabah tersebut.
Juru Bicara WHO Fadela Chaib mengatakan, kasus virus Marburg yang dilaporkan pada Senin, 9 Agustus 2021 lalu, merupakan yang pertama terjadi di Afrika Barat. Kawasan tersebut juga pernah diserang wabah Ebola yang mengerikan antara tahun 2014-2016 dan menewaskan sedikitnya 11.325 orang.
Chaib menambahkan, pihak berwenang sedang berupaya melacak kontak keempat laki-laki yang sebelumnya mengunjungi fasilitas kesehatan sebelum pasien Marburg itu meninggal dunia.
“Sedikitnya empat orang yang telah melakukan kontak belum memiliki gejala apapun. Mereka belum menunjukkan penyakit ini,” ujar Chaib mengutip laman VOA Indonesia, Jumat (13/8/2021).
Chaib mengatakan 10 staf WHO sedang melakukan pelacakan kontak di Guinea. Ia juga menyampaikan, virus Marburg berasal dari kelompok virus yang sama dengan Ebola, yang sebelumnya telah melanda sebagian Afrika, antara lain Angola, Kongo, Kenya, Afrika Selatan dan Uganda.
Senada dengan Chaib, Dr Matshidiso Moeti dari WHO menambahkan, virus Marburg kemungkinan berpotensi menyebar jauh lebih luas. Oleh sebab itu, upaya yang sedang dilakukan sekarang adalah menemukan orang yang terkonfirmasi positif virus Marburg agar tidak berhubungan dengan manusia lainnya.
Mereka menerapkan sistem tersebut terhadap Guinea dan daerah lainnya untuk mengendalikan wabah Ebola baru-baru ini sekaligus menangani virus Marburg. Seperti dilansir BBC News, Jumat (13/8/2021).
Informasi dihimpun KORAN SERUYA dari berbagai sumber, virus Marburg dapat menimbulkan beberapa gejala pada pasien seperti demam tinggi dan nyeri otot. Sebagian pasien kemudian mengalami pendarahan lewat bagian-bagian tubuh yang terbuka, seperti mata dan telinga.
Penyakit virus Marburg menyebabkan orang yang terinfeksi tiba-tiba demam tinggi diiringi sakit kepala parah dan malaise parah. Hari berikutnya, bisa timbul nyeri di bagian lain. Nyeri otot adalah yang sering dialami pasien virus Marburg. Pada hari ketiga berupa gejala yang dapat timbul adalah diare berair yang parah, sakit perut, kram, mual dan muntah.
Diare pun bertahan selama satu minggu. Di mana pada fase ini, raut wajah pasien benar-benar seperti orang dilanda kesakitan dan tak mampu lagi menunjukkan ekspresi apapun.
Banyak pasien yang mengalami manifestasi perdarahan parah antara 5 dan 7 hari. Bahkan kasus yang fatal akan mengalami pendarahan terus menerus di beberapa area seperti adanya darah segar dari muntahan, feses, pendarahan dari hidung, gusi, dan vagina.
Dalam kasus yang sangat serius, kematian paling sering terjadi antara 8 dan 9 hari setelah gejala yang dimulai dengan kehilangan darah yang parah dan shock.
Virus Marburg menyebar dari pasien ke pasien melalui kontak langsung (melalui kulit yang rusak atau selaput lendir) dengan darah, organ atau cairan tubuh lainnya dari yang terinfeksi.
Dapat pula menular dari permukaan dan bahan (misalnya tempat tidur, pakaian) yang terkontaminasi dengan cairan. Transmisi terjadi melalui peralatan injeksi yang terkontaminasi atau melalui luka suntikan jarum.
Di samping itu, penyebaran virus Marburg terjadi ketika upacara pemakaman yang melibatkan kontak langsung dengan jenazah yang tetap menular selama darahnya mengandung virus.
Belum ada obat-obatan atau vaksin yang disetujui untuk virus Marburg, tetapi rehidrasi dan layanan pendukung lain dapat meningkatkan peluang pasien untuk bertahan hidup.
Dari wabah sebelumnya diketahui tingkat kematian akibat Marburg mencapai 88 persen, tetapi WHO mengatakan angka itu bervariasi, tergantung varian dan bagaimana mengatasi kasus itu. (***)