OPINI : Dua Buah Pisang

564
Nurdin. (ist)
ADVERTISEMENT

Dua buah pisang
Oleh : Nurdin

BEBERAPA waktu lalu, Wakil Presiden RI bapak KH Ma’ruf Amin mengatakan “Mengkonsumsi dua buah pisang bisa kenyang sehingga tak perlu makan nasi”. Hal tersebut disampaikan pada saat panen pisang ekspor di Ponorogo Jawa timur.

ADVERTISEMENT

Pernyataan itupun sontak menuai beragam komentar dari Warganet (utamanya yang kontra kebijakan pemerintah), bahkan ada Warganet mengunggah di medsos foto saat Wapres bersama istri duduk di meja makan di depannya terhidang sejumlah makanan dan di situ tidak terdapat pisang.

Memahami atau memaknai kalimat Wapres tersebut, jangan hanya menggunakan pendekatan tekstual tapi juga harus dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Oleh karena, teks itu tidak hadir di ruang hampa namun memiliki makna yang dalam,

ADVERTISEMENT

Jika kita berhadapan dengan kaum awam, maka pendekatan tekstualis lebih tepat akan tetapi ketika berhadapan dengan kaum intelektual atau kaum terpelajar, tentu pemahaman kontekstualis lebih mengena.

Menurut Imam Malik Bin Anas guru dari Imam Syafi’i (yang Mazhabnya dipakai di Indonesia) kata beliau “tidak ada buah yang lebih mirip dengan buah penghuni surga selain pisang. Buah ini dapat diperoleh pada musim dingin maupun musim panas”

Imam Malik Bin Anas, menyandarkan pendapatnya pada surah al-Ra’d (13):35. Allah ta’ala berfirman “Buahnya tak kenal henti dan (demikian juga) rindangnya”. Sehingga saya yakin dan percaya, tokoh sekelas Wapres KH. Ma’ruf Amin sudah tamat membaca buku biografi 4 pendiri mazhab yang di dalamnya termasuk Mazhab Imam Malik Bin Anas.

Oleh karena itu, saya termasuk orang yang tidak heran ketika Wapres RI bapak KH Ma’ruf Amin mengeluarkan pernyataan terkait “Mengkonsumsi dua buah pisang bisa kenyang sehingga tak perlu makan nasi”.

Sebab kalimat yang beliau ucapkan, boleh jadi dikutip dari pendapat sang pencinta Madinah, Imam dua tanah suci, dan sang ahlusunah yakni Imam Malik Bin Anas murid An-Nu’man Bin Tsabit (Imam Hanafi) dan merupakan guru dari Imam Syafi’i.
Wallahu a’lam
(*)

ADVERTISEMENT