JAKARTA–Pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali mulai 11-25 Januari 2021 secara resmi akan segera diberlakukan.
Demikian digaungkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto dalam konferensi pers yang ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (6/1/2021) kemarin.
Menurut Airlangga, pembatasan itu akan diterapkan secara terbatas. Tujuannya, meminimalisasi penularan Covid-19.
Secara garis besar, pembatasan ini mengatur sejumlah kegiatan, antara lain perkantoran, pembelajaran di sekolah, operasional pusat perbelanjaan, seni budaya, hingga peribadatan.
Dalam penjelasannya, Airlangga menyebut, pembatasan kegiatan masyarakat kali ini sudah sesuai dengan peraturan undang-undang.
Selain itu, sudah dilengkapi dengan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
Lantas, apa beda antara PSBB dengan pembatasan kegiatan masyarakat yang akan diterapkan ?
Mengutip Kompas TV, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito belum memberikan keterangan tentang perbedaan itu. Namun, Wiku mengungkapkan, pemerintah segera merilis detail kebijakan terbaru tersebut. “Pemerintah akan segera merilis terkait kebijakan detailnya, mohon menunggu,” ujar Wiku, Rabu kemaren.
Daerah-daerah yang masuk kriteria PSBB tersebut diharuskan untuk melakukan pembatasan kegiatan bagi masyarakatnya, terutama di Pulau Jawa dan Bali, kriteria tersebut meliputi:
Daerah dengan tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional ataupun 3 persen.
Daerah dengan tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional yaitu sebesar 82 persen.
Daerah dengan tingkat kasus aktif di bawah rata-rata tingkat kasus aktif nasional yaitu sebesar 14 persen.
Daerah dengan tingkat keterisian rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) untuk ICU dan isolasi di atas 70 persen.
“Penerapan pembatasan secara terbatas tersebut dilakukan di provinsi Jawa, Bali, karena di seluruh provinsi tersebut memenuhi seluruh parameter yang ditetapkan,” kata Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Airlangga Hartarto, dalam jumpa pers.
Ia menyebut di Pulau Jawa, Provinsi DKI Jakarta, dan Yogyakarta memenuhi kriteria pembatasan kegiatan warga itu. Di DKI Jakarta keterisian tempat tidur di atas 70 persen. Sementara itu, di Yogyakarta jumlah kasus COVID-19 aktif sudah melebihi rata-rata kasus nasional.
“DKI Jakarta bed occupancy rate-nya di atas 70 persen, untuk Banten bed occupancy rate di atas 70 persen, kasus aktif di atas nasional, kesembuhan di bawah nasional, kemudian Jawa Barat bed occupancy rate di atas 70 persen, Jawa Tengah bed occupancy rate di atas 70 persen, kasus aktif di atas nasional, kemudian kesembuhan di bawah nasional. Yogyakarta bed occupancy rate di atas 70 persen, kasus aktif di atas nasional, kemudian kesembuhan di bawah nasional, kemudian Jawa Timur bed occupancy rate di atas 70 persen, kemudian tingkat kematian juga di atas nasional,” ungkap Airlangga.
Airlangga menambahkan bahwa nantinya penerapan pembatasan di daerah akan diputuskan melalui pemerintah daerah. Penerapan pembatasan ini dilakukan sesuai dengan instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Penerapan dilakukan secara mikro sesuai arahan Bapak Presiden. Nanti pemerintah daerah, Gubernur, akan menentukan wilayah-wilayah yang akan dilakukan pembatasan tersebut,” katanya.
Berikut daftar lengkap daerah yang menerapkan pembatasan sesuai kebijakan tersebut:
1. DKI Jakarta
(Seluruhnya)
2. Jawa Barat (Bodebek)
– Kota Bogor
– Kabupaten Bogor
– Kota Depok
– Kota Bekasi
– Kabupaten Bekasi
3. Banten – Tangerang Raya
– Kota Tangerang
– Kabupaten Tangerang
– Kota Tangerang Selatan
4. Jawa Barat
– Kota Bandung
– Kabupaten Bandung Barat
– Kota Cimahi
5. Jawa Tengah
– Semarang Raya
– Solo Raya
– Banyumas Raya
6. Yogyakarta
– Kabupaten Gunung Kidul
– Kabupaten Sleman
– Kulonprogo
7. Jawa Timur
– Kota Malang Raya
– Surabaya Raya
8. Bali
– Kota Denpasar
– Kabupaten Badung
Berdasarkan keterangan Airlangga, pembatasan ini akan dilakukan per 11 hingga 25 Januari mendatang, dan akan terus dievaluasi. Ia pun menegaskan bahwa keputusan pembatasan ini bukan pelarangan, melainkan tindakan yang dilakukan untuk menekan kasus COVID-19 di Indonesia.
“Pemerintah membuat kriteria terkait pembatasan kegiatan masyarakat dan ini sesuai UU yang telah dilengkapi PP 21/2020 di mana mekanisme pembatasan tersebut. Pembatasan ini kami tegaskan bukan pelarangan,” tandasnya.
Sulsel Sempat Masuk Zona Tinggi Risiko Corona, 5 Besar di Indonesia
Sementara itu, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) ternyata pernah masuk dalam kategori “Risiko Tinggi” kasus Corona di Indonesia, per 3 Januari 2021 lalu.
Posisi Sulsel kokoh bertahan di urutan ke 5 dari daftar 10 besar Provinsi Kasus Tertinggi di Indonesia yang dikeluarkan Satgas Covid Nasional, dilansir Koran Seruya dari tayangan Kompas TV, Kamis 7 Januari 2021.
Yang memperihatinkan setiap hari pertambahan penduduk yang terkontaminasi juga semakin besar, meski angka kesembuhan di provinsi yang sebagian besar penduduknya hidup dari bertani dan nelayan ini juga besar.
Dari data Kemenkes 6 Januari 2020, kasus positif covid-19 baru di Sulsel sebanyak 463 menjadi 34.394 kasus. Tapi angka kesembuhannya juga nyaris sama, yaitu 442 menjadi 29.914 kasus.
Bahkan angka kesembuhan dalam sehari pernah hampir mencapai 1.000 orang per hari pada pekan lalu.
Namun, gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah menegaskan, jika untuk Sulsel, pihaknya memberi peringatan kepada Kota Makassar yang menjadi episentrum penularan.
“Kita warning Sulsel, terutama Makassar. Ini yang harus kita coba bagaimana tekan. Tapi kita sudah on the track, apa yang kita lakukan menghadapi ini Pascapilkada kita perbanyak spesimen. Tentu kita akan semakin banyak menangkap orang-orang yang bermasalah (terinfeksi covid-18). Kita berharap spesimen kita terus naikan tapi pada praktiknya dia akan turun,” urainya, Kamis 7 Januari 2021, dikutip dari Media Indonesia.
Karenanya, Nurdin pun selelu mengingatkan, jika salah satu kunci menekan penularan, dengan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Selalu memakai masker, menjaga jarak, hindari kerumunan.
Bagi Nurdin, apa yang dilakukan pemerintah pusat, merupakan upaya menekan jumlah kasus yang masih terus bertambah.
“Itu peringatan buat semua pihak. Yang terpenting selama pandemi masih merebak, masyarakat harus tetap menjaga disiplin kesehatan. Apabila virus corona bisa dikendalikan dan penyebarannya berkurang, aktivitas masyarakat perlahan akan pulih, tapi jika tidak kita bisa saja ikut kena PSBB seperti di Jawa-Bali,” serunya.
Nah, bagaimana, mau disiplin menjalankan protokol kesehatan, atau tetap “batu talinga” alias kepala batu?
(iys)