Oleh : NURDIN
(Dosen IAIN Kota Palopo)
Di Negara manapun di dunia, pekerjaan Polisi adalah memelihara hukum dan ketertiban masyarakat, tidak terkecuali di Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada pasal 13 Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tegas dikatakan bahwa : Tugas Polisi, pertama adalah Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat kemudian yang kedua menegakkan hukum dan terakhir adalah Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Dari ketiga tugas Kepolisian di atas, yang begitu luas kewenangan, tugas dan tanggung jawabnya, maka tentu kita tidak dapat membandingkan profesionalitas penegak hukum lainnya, yang ada dalam Criminal Justice sistem dengan melihat menggunakan kacamata kuda.
Misalnya, Jaksa pekerjaannya hanyalah menuntut, sementara Polisi selain penyelidikan dan penyidikan (penegakan hukum), mereka juga harus berhadap-hadapan dengan demo anarkis, perang kelompok dan seterusnya, demi untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan tugas Polisi yang kadang kala disorot oleh publik dengan proses penyelesaian yang mereka anggap berjalan lamban. Anggaplah, perang kelompok atau sering terjadinya ketidakteraturan disuatu wilayah.
Padahal, seyogyanya masyarakat tidak boleh buru-buru menyalahkan aparat Kepolisian, jika terjadi perang kelompok yang berlarut-larut ataukah senantiasa terjadi ketidakteraturan itu. Sebab, boleh jadi masyarakatnya yang suka dengan ketidakteraturan.
Hal di atas sejalan dengan konsep Lawrence Meir Friedman, yang mengatakan bahwa salah satu yang memengaruhi penegakan hukum adalah budaya berhukum atau kultur hukum. Makna sederhananya, bagaimana masyarakat dalam suatu wilayah menjalankan hukum. Jangan sampai berbeda antara law in book And law In action. (***)