OPINI : Menyatukan Idulfitri, Bukan Memisahkan Idul dan Fitri

160
Idulfitri tak dipisah (Tangkapan layar Nara bahasa)
ADVERTISEMENT
Menyatukan Idulfitri, Bukan Memisahkan Idul dan Fitri

Oleh: Lukman Hamarong

Setelah “Ramadan Tanpa H” yang saya tulis di awal Ramadan kemarin, kembali saya ingin menulis tentang penulisan yang benar untuk kata “Idulfitri” dan frasa “Selamat Idulfitri”.

ADVERTISEMENT

Sebelum ke sana, sedikit saya ingin bercerita. Banyak yang bilang saya ini cerewet. Sedikit-sedikit protes. Ini salah, itu salah. Padahal yang diprotes hal sepele.

Saya tanggapi, jangan pernah menyepelekan hal kecil, karena hal kecil terkadang bisa menjadi penentu terciptanya sesuatu yang besar. Bahkan kalau perlu, cerewetlah untuk memperbaiki kekeliruan, cerewetlah demi kebaikan.

ADVERTISEMENT

Kritisilah dengan menyodorkan solusi, bukan kritikan yang dibumbui ejekan, kebencian, dan bully-an karena sejatinya yang demikian itu hanya mencari sensasi olokan semata.

Menertawakan kebaikan atau mengejek kebenaran hanya mempertegas bahwa kita hanya pandai mengolok-olok, tapi tidak cerdas menerima kebenaran yang disampaikan.

Kembali ke laptop. Bagaimana seharusnya “Idul Fitri” ditulis sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)? Mudah! Buka KBBI daring di internet, lalu tulis kata “Idul Fitri”.

Apa yang Anda temukan? KBBI memberi jawaban, “Entry tidak ditemukan”. Kemudian coba masukkan kata “Idulfitri”, dan Anda akan menemukan jawaban “Hari raya umat Islam yang jatuh pada 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadan.”

Sehari jelang idulfitri, saya menulis sebuah berita yang amat dinantikan publik, khususnya umat muslim. Judulnya seperti ini, Pemerintah Tetapkan Idulfitri Jatuh pada 2 Mei 2022. Berita ini kemudian saya teruskan ke beberapa media daring lokal dan regional.

Alhamdulillah, 90% media tersebut menulis idulfitri, tidak lagi idul fitri. Kendati demikian, masih ada satu-dua media yang tetap menuliskannya secara terpisah, idul fitri.

Ini membuktikan bahwa kesadaran kita untuk menggunakan dan melestarikan bahasa Indonesia yang baik dan benar sudah semakin tinggi.

Namun, ini baru sebatas penulisan di media berita. Belum sampai kepada penulisan oleh warganet. Mencengangkan! Mayoritas warganet masih asyik menulis idul fitri, bukan idulfitri.

Di pengujung Ramadan kemarin, umat muslim menyambut idulfitri dengan berlomba-lomba memberikan ucapan selamat idulfitri dengan berbagai gambar yang sudah didesain indah.

Bahkan memakai jasa aplikasi twibbon, sebuah aplikasi yang menawarkan bingkai untuk mempercantik gambar, lengkap dengan kalimat, “Selamat Hari Raya Idul Fitri.”

Pakar internet, Aktivis Bahasa Indonesia, Pendiri Wikimedia Indonesia, sekaligus Direktur Utama Narabahasa, Ivan Lanin, menuturkan bahwa ejaan yang baku itu idulfitri, bukan idul fitri.

Mengapa idulfitri ditulis serangkai? Penulis Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia, Abdul Gaffar Ruskhan, mengatakan, idulfitri adalah hari raya berbuka terdiri atas unsur ‘Id’ dan alfitri.
Pada posisi awal menggunakan tanda harakat ‘u’ (damah), sehingga menjadi idu l-fitri. Jadi, penulisan “idul fitri” tidak benar karena (u)I seharusnya melekat pada kata “fitri” sebagai tanda makrifah, al-fitri.

Oleh karena itu, kata Abdu Gaffar, dalam bahasa Indonesia, “idul” menjadi unsur terikat yang harus bergabung dengan kata sesudahnya, sehingga menjadi idulfitri.
“Kaidah yang sama juga berlaku untuk penulisan iduladha, yang arti harfiahnya adalah hari raya kurban,” jelas Abdul Gaffar Ruskhan.

Kekeliruan juga nampak pada pemakaian frasa “Selamat Hari Raya Idulfitri”, yang seharusnya cukup ditulis dengan frasa “Selamat Idulfitri”, karena ada penggunaan kata berganda. Kata “id” dalam bahasa Arab sudah mengandung makna “hari raya”.

Jadi agak lucu ketika seseorang menulis “Selamat Hari Raya Idul Fitri”, yang seharusnya adalah “Selamat Idulfitri”. Yuk, mulai sekarang kita menuliskan “SELAMAT IDULFITRI”. (LH)

ADVERTISEMENT