LUTIM — Sanitarian Puskesmas Wawondula, Hasmawati sedang menghadapi proses hukum. Wanita 33 tahun itu terjerat kasus hukum karena kasus formalin yang terjadi 2019 silam.
Dalam kasus ini, ada tiga yang menjadi tergugat. Mereka ialah Kepala Puskesmas Wawondula Sahmuddin, Hasmawati dan Laboran. Mereka digugat pengusaha ayam potong di Pengadilan Negeri (PN) Malili, karena dianggap melanggar UU ITE.
Hasmawati adalah tergugat kedua dalam kasus formalin yang sekarang sudah diputuskan dan gugatan penggugat dikabulkan dengan nilai ganti rugi sebanyak Rp 2 Miliar.
“Kami butuh keadilan dan perlindungan untuk nakes, seperti kami bawahan yang hanya diberikan perintah. Kami bekerja sesuai perintah tupoksi dan SOP,” kata Hasmawati, Rabu (8/12/2021).
Hasmawati menceritakan kronologi sampai menjadi tergugat setelah melaksanakan tugasnya sebagai sanitarian. Tepatnya Sabtu 18 Mei 2019, saat tim terpadu (gabungan beberapa dinas) yang ditugaskan untuk melaksanakan pengawasan di Pasar Wawondula, Kecamatan Towuti, Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Saat tim datang melakukan pengawasan, Hasmawati diperintahkan kepala puskesmas untuk mendampingi tim, dalam melakukan pengambilan sampel makanan pada pedagang yang berada di pasar tersebut.
Pengambilan sampel makanan dilakukan secara acak oleh tim terpadu di Pasar Wawondula. Setelah tim terpadu melakukan pengambilan sampel di pasar, selanjutnya tim terpadu menyerahkan sampel itu kepada Hasmawati dan memberitahukan kepada kepala puskesmas untuk memeriksakan sampel tersebut.
Kemudian kepala puskesmas memberi perintah kepada Hasmawati dan Laboran untuk memeriksa sampel dengan menggunakan test formalin kit. “Selanjutnya, saya dan Laboran melaksanakan perintah untuk memeriksakan sampel tersebut pada Laboratorium Puskesmas Wawondula. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan SOP dan petunjuk penggunaan formalin kit,” katanya.
Adapun hasil pemeriksaan tersebut, menunjukkan perubahan warna sampel menjadi keunguan pada tabung reaksi. Sehingga sampel tersebut dapat dinyatakan positif mengandung formalin berdasarkan petunjuk penggunaan formalin kit.
Setelah hasilnya diperoleh, Hasmawati segera memberikan laporan kepada tim terpadu. Ia pun diarahkan oleh tim untuk membuat surat keluar terkait hasil pemeriksaan sampel tersebut.
Surat tersebut dikeluarkan pada hari yang sama saat dilakukan pengawasan dan pengambilan sampel di pasar yaitu Sabtu, 18 Mei 2019. Adapun yang bertanda tangan pada surat tersebut adalah Hasmawati selaku pemeriksa 1, Laboran pemeriksa 2 dan kepala puskesmas selaku penanggung jawab dari hasil pemeriksaan itu.
Surat hasil pemeriksaan formalin kemudian diberikan kepada tim terpadu dalam sebuah amplop putih tertutup dan tersegel. “Sehingga saya merasa sudah menyelesaikan pelimpahan tugas dari tim terpadu,” ujar Hasmawati.
Setelah itu, Hasmawati memberikan dan memastikan surat tersebut telah diterima oleh tim terpadu. “Kemudian saya segera pulang kembali ke tempat kerja untuk kembali melakukan aktifitas sebagai tenaga sanitarian puskesmas,” katanya.
Besoknya atau Minggu, 19 Mei 2019 pagi, Hasmawati terkejut setelah membuka dan membaca WhatsApp dan Facebook (Medsos). Ia terkejut karena hasil pemeriksaan sampel yang dikeluarkan dari Puskesmas Wawondula terekspose ke media sosial.
Hasil pemeriksaan sampel yang bocor ini yang kemudian membuat masyarakat resah terhadap pemberitaan yang beredar. “Saya pun langsung berkoordinasi dengan tim terpadu yang berkerja pada bagian farmasi Dinas Kesehatan Luwu Timur pada Selasa, 21 Mei 2019,” jelasnya.
Dari hasil koordinasi itu, bidang farmasi Dinas Kesehatan Luwu Timur memberitahukan kepada Hasmawati akan melakukan pengambilan sampel kembali dan diuji pada BPOM Palopo. Lalu, pada Selasa, 21 Mei 2019, Bidang Farmasi Dinas Kesehatan Luwu Timur melakukan inspeksi mendadak ke Kecamatan Nuha dan bertemu dengan pemilik usaha ayam potong yang menggugat.
Dalam pertemuannya dengan Bidang Farmasi, pengusaha tersebut menyerahkan sampel yang dibawa dari tempat usahanya ke petugas Bidang Farmasi Dinas Kesehatan Luwu Timur. “Hasil pemeriksaan pun diterbitkan yang menunjukkan hasil pemeriksaan negatif formalin,” ujarnya.
“Dari kronologi tersebut, Dimana letak kesalahan saya ? Saya sudah melaksanakan tugas sesuai dengan tupoksi dan bekerja sesuai SOP yang didasari dengan surat perintah dari kepala puskesmas. Saya mengharapkan adanya perlindungan hukum atas kasus yang saya hadapi saat ini,” harap Hasmawati.
Terkait kasus ini, Hasmawati mengatakan tenaga kesehatan pastinya membutuhkan perlindungan yang sedang dalam melaksanakan tugas dan perintah. “Kalau kami dibiarkan, akan berdampak nanti semua teman tenaga kesehatan, mereka pasti takut untuk melaksanakan tugas,” ungkapnya.
“Tugas yang kami lakukan jelas untuk melindungi masyarakat, tapi segampang itukah kami digugat,” sambungnya.
Dalam kasus yang dihadapi, lanjut dia, kemarin sudah dikuasakan ke pengacara kabupaten, tetapi kesaksian Hasmawati dan rekannya untuk membela diri tidak pernah sekalipun ke pengadilan. Lebih lanjut kata dia, tim terpadu ada beberapa SKPD, bukan cuma dinas kesehatan saja. Tapi kenyataannya tidak ada yang peduli selama ini, hanya dari dinkes dan organisasi yang membantu.
“Perihal keluarnya hasil uji formalin yang keluar sampai terekspos luas di media sosial, jelas bukan kami juga yang menyebarkan,” katanya.
“Kami sudah melaksanakan perintah ada SP sesuai tupoksi dan SOP, tidak ada perintah yang kami langgar atau bertentangan sedikitpun. Saya yakin tidak sendiri, yang kami lakukan bagian dari melindungi masyarakat dan atas perintah dalam keadaan melaksanakan tugas kami sebagai tenaga kesehatan dan sesuai tupoksi serta SOP,” jelasnya.
“Dimana keadilan dan perlindungan ini, haruskah ada tenaga kesehatan selanjutnya yang merasakan apa yang saya rasakan, terpidana dalam keadaan dan sedang melaksanakan tugas dan perintah negara,” tanya dia.
Hasmawati dan rekannya digugat di PN Malili pada Juni 2019. Usaha kasasi yang dilakukan Hasmawati dan rekannya Pengadilan Tinggi (PT) Makassar pada 2020 juga ditolak. (rah/liq)