PALOPO — Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (Unhas) bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Soppeng bakal menggelar Festival Budaya dan Seminar Nasional La Galigo pada tanggal 17-23 Desember 2018 mendatang yang dipusatkan di Soppeng.
Ada banyak kegiatan yang akan memeriahkan acara tersebut. Mulai dari mappadendang, mattojang hingga pameran benda pusaka. Selain dihadiri sedikitnya 10 negara, Presiden RI, Jokowi juga dijadwalkan hadir membuka kegiatan ini.
BACA JUGA :Disaksikan Gubernur, Bupati Lutim-PT Vale Teken MoU Pembangunan Desa
Pemerhati Seni Budaya Tana Luwu, Musly Anwar mengaku perihatin. Bukan karena kedatangan Jokowi tapi perihatin dengan perhatian pemerintah empat kabupaten/kota di Tana Luwu.
“Menanggapi seminar nasional yang diselenggarakan Soppeng, sebagai pemerhati budaya sangat perihatin dengan pemerintah daerah. Pusat peradaban La Galigo ada di Tana Luwu, baiknya diselenggarakan di Tana Luwu. Semua yang tersirat dan tersurat awalnya di Luwu. Harusnya menjadi kebanggan empat daerah di Tana Luwu,” kata Musly.
Harusnya, kata Musly pemerintah daerah tanggap soal kegiatan seperti ini. “Kunci dari kegiatan ini adalah, empat pemerintah daerah tidak menganggarkan. Sementara pemerintah di daerah lain begitu peduli dengan budaya La Galigo ini,” katanya.
Musly menakutkan, ke depan La Galigo menjadi milik kabupaten lain di luar Tana Luwu yang kerap menggelar kegiatan tentang epik ini.
“Saya melihat, kesannya mulai condong ke daerah lain. Padahal kalau mau dilihat, korelasinya sangat sedikit dibandingkan dengan Tana Luwu, tapi mereka mengadakan. Bagaimana dengan kita ini yang korelasinya cukup besar tapi tidak peduli,” beber penulis Buku Cerita Rakyat Tana Luwu ini.
BACA JUGA :Perhitungan JSI, Ingin Menang Caleg Daerah Siapkan Rp 400 Juta-Rp 700 Juta
Musly menceritakan, kegiatan yang sama pertama kalinya digelar oleh Kabupaten Barru pada tahun 2000-an dan menjadi cambuk bagi pemerintah daerah Kabupaten Luwu Utara. Sehingga untuk festival budaya dan seminar kedua digelar di Luwu Utara.
“Harusnya kegiatan semacaman ini menjadi agenda tahunan pemerintah di Luwu Raya. Ini juga akan menjadi motivasi bagi pemuda. Apalagi perkembangan zaman ini cukup pesat, takutnya pemuda kita ke depan kehilangan identitas. Apalagi kalau terus digelar oleh daerah lain, akhirnya nanti orang lupakan bahwa ini dari Luwu,” jelas Musly.
Lanjut Musly, La Galigo ini adalah kebudayaan yang paling mahal. Warisan leluhur orang Luwu yang kemudian mendapat penghrgaan dari Unesco sebagai kitab terpanjang di dunia.
“Nah, kenapa kita orang Luwu tidak tanggap itu. Kenapa tidak digeliatkan bahwa inilah milik kita sesungghunya. Kiblatnya barang ini ada di Luwu. Harusnya dikembalikan ke asalnya, supaya orang luar yang mau belajar harusnya datang ke Tana Luwu. Ini yang perlu saya tegaskan bahwa La Galigo ini besar di luar, namun kerdil di negerinya sendiri, sayag sekali,” tandasnya.
BACA JUGA :Hanya Terisi 35 Formasi CPNS di Luwu, Cakka Minta Sistem Perangkingan ke MenpAN
Sementara itu, Ketua Panitia Festival Budaya dan Seminar Nasional La Galigo, DR Muhklis Hadrawi yang dihubungi via ponselnya Senin (19/11/18) mengatakan, pada bulan september kemarin, pihaknya sudah sowan ke Datu Luwu, Andi Maradang Machkulau.
“Saya sendiri yang ke istana. Istilahnya, kami mappatabe,” kata Dosen Fakultas Budaya Unhas itu.
Saat itu, kata DR Mukhlis, ia menyampaikan terkait pelaksanaan kegiatan di Soppeng.
“Datu Luwu memberikan sambutan yang hangat. Beliau menyampaikan bahwa memang Lagaligo itu milik kita semua,” kata Mukhlis menirukan pesan Datu Luwu.
Tidak hanya itu, Datu Luwu juga kata Mukhlis berpesan untuk menjaga Lagaligo.
“Beliau juga berpesan, siapapun yang mau berbuat baik terhadap Lagaligo ini ia akan apresiasi dengan baik. Begitupun sebaliknya,” jelasnya.
DR Mukhlis menambahkan, dalam festival dan seminar ini akan menghadirkan pemateri/pemakalah dari sejumlah negara.
Mereka ini para pakar-pakar yang ahli dibidang I Lagaligo, baik yang berlatar belakang Sejarah, Filologi, Antropologi dan Arkeologi. Adapaun negara yang hadir diantaranya Australia, Jepang, Amerika, Singapura, Canada, Belanda, Malaysia dan lainnya.
Saat ditanya apakah panitia pernah menawarkan kegiatan yang ketiga kalinya ini kepada pemerintah se-Luwu Raya sebagai penyelenggara, DR Mukhlis mengaku tidak tahu persis soal itu. (asm)